Oeang Republik Indonesia (ORI) Emisi II (Website/bi.go.id)
Peredaran uang di dalam negeri kian tidak terbendung. Belanda kembali menyambangi Indonesia dengan nama Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Mereka datang dengan membawa uangnya sendiri. Uang tersebut kemudian disebut sebagai uang merah.
Pada 1946, pemerintah Indonesia kemudian meresponnya dengan mengedarkan Oeang Republik Indonesia (ORI). Dengan mengedarkan ORI, identitas Indonesia sebagai negara berdaulat semakin utuh, karena mengedarkan uangnya sendiri. Belanda yang tidak suka dengan upaya Indonesia kemudian mengganggunya. Peredaran ORI pada saat itu pun sempat terhambat.
Akibatnya, pemimpin-pemimpin daerah mendapatkan mandat dari Pemerintah Pusat untuk menerbitkan uangnya sendiri. Secara keseluruhan, uang yang diterbitkan di daerah tersebut disebut Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA). Meskipun tiap daerah memiliki berbagai nama dan jenis untuk uang tersebut. Misalnya, ORIDABS-Banten, ORIPS-Sumatera, ORITA-Tapanuli, ORIPSU-Sumatera Utara, ORIBA-Banda Aceh, ORIN-Kabupaten Nias, dan ORIAB-Kabupaten Labuhan Batu.
Mengutip J Soedradjad Djiwandono dalam buku Sejarah Bank Indonesia Periode I:1945-1959, jumlah peredaran ORI dan ORIDA pada 1946, meningkat dari yang awalnya sebesar Rp323 juta menjadi Rp6 miliar pada akhir 1949. Selain itu, penyebab kesulitan penghitungan lainnya adalah karena uang De Javasche Bank dan uang Pemerintah Hindia Belanda belum ditukarkan atau belum disimpan pada bank berdasarkan ketentuan Undang-Undang tanggal 1 Oktober 1946