ilustrasi cryptocurrency (IDN Times/Aditya Pratama)
Antony mengatakan, karakteristik pasar saat ini berbeda dibandingkan siklus-siklus sebelumnya.
“Pada 2021, euforia Bitcoin lebih banyak digerakkan oleh faktor emosional dan partisipasi ritel. Namun kini, penurunan cadangan bursa, hingga permintaan institusional yang stabil,” ucap Antony.
Dia menekankan faktor-faktor tersebut menciptakan fondasi yang jauh lebih sehat bagi pertumbuhan jangka panjang.
“Kita tidak lagi melihat kenaikan berbasis hype. Kali ini, kenaikan Bitcoin dibangun atas dasar kepercayaan dan penerapan nyata di berbagai sektor, termasuk pembayaran lintas negara, aset treasury, hingga instrumen lindung nilai terhadap inflasi,” ucap Antony.
Dari sisi pasar domestik, Antony mencatat peningkatan signifikan dalam aktivitas perdagangan di Indodax, seiring dengan rekor harga baru ini.
“Volume transaksi di platform kami melonjak dalam beberapa hari terakhir, dalam 7 hari terakhir, volume transaksi Indodax meningkat hampir 50 persen, dibandingkan periode sebelumnya. Bahkan dalam satu hari terakhir, bertepatan dengan Bitcoin ATH, volume trading Indodax mencapai Rp1 triliun," tutur dia.
Antony menilai momentum ini juga menjadi peluang bagi Indonesia untuk memperkuat peran di ekosistem kripto global. “Dengan regulasi yang semakin matang dan dukungan pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri aset kripto Indonesia berpotensi menjadi salah satu yang paling progresif di Asia Tenggara,” ujar Antony.
Mengenai potensi pergerakan harga ke depan, Antony menyebut bahwa selama Bitcoin mampu bertahan di atas level psikologis 120 ribu dolar AS, tren bullish masih sangat kuat.
“Secara teknikal dan fundamental, kondisi pasar saat ini mendukung kenaikan lanjutan. Namun, investor kripto perlu tetap disiplin dan tidak terjebak pada euforia jangka pendek,” tutur Antony.