Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi AI (pexels.com/Matheus Bertelli)
ilustrasi AI (pexels.com/Matheus Bertelli)

Intinya sih...

  • Fokus pada perlindungan aset dan penghasilan yang sudah dimiliki

  • Prioritaskan manfaat asuransi daripada biaya premi

  • Pertimbangkan asuransi jiwa, kesehatan, dan cacat tetap untuk perlindungan finansial yang matang

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Saat ini, semua orang sedang demam menggunakan artificial intelligence (AI) untuk mencari cuan, mulai dari trading otomatis hingga analisis portofolio. Kamu mungkin tergoda untuk ikut mencoba strategi canggih ini setelah melihat kisah sukses yang viral di media sosial.

Namun, di balik potensi keuntungan yang menggiurkan, ada sebuah pertanyaan mendasar yang sering terlewatkan. Apakah kamu sudah melindungi aset dan penghasilan yang sudah kamu miliki sekarang?

Mengejar kekayaan dengan AI tanpa fondasi perlindungan yang kokoh ibarat membangun rumah di atas pasir. Artikel ini akan membahas lima risiko yang sering tidak disadari ketika kamu fokus mengejar cuan tanpa ada perlingungan asuransi.

1. Gagal fokus pada perlindungan

ilustrasi asuransi (vecteezy.com/tapanakornkaow39714)

Kebanyakan orang terlalu fokus pada bagaimana cara menggandakan uang, bukan bagaimana melindungi yang sudah dimiliki. Di media sosial, kamu bisa lihat banyak cerita sukses soal trading otomatis, tapi jarang ada yang membahas tentang bagaimana mereka mengamankan hasilnya kalau sesuatu terjadi.

Tanpa perlindungan seperti asuransi kesehatan atau jiwa, satu kejadian tak terduga bisa menghapus seluruh keuntungan. Misalnya, sakit berat atau kecelakaan bisa membuat seseorang kehilangan penghasilan berbulan-bulan. AI gak bisa membayar tagihan rumah sakit, sementara asuransi bisa.

Kaya lewat investasi itu penting, tapi lebih penting lagi memastikan kekayaanmu gak lenyap karena hal di luar kendali.

2. Salah urut prioritas: tanya harga dulu, bukan manfaatnya

ilustrasi asuransi (pexels.com/Mikhail Nilov)

Banyak orang memilih asuransi dengan pertanyaan pertama, “Berapa preminya?” Padahal, pertanyaan yang benar seharusnya, “Apa yang dilindungi?”

Kalau kamu hanya fokus pada biaya, kamu bisa berakhir dengan polis yang cakupannya kecil dan gak sesuai kebutuhan. Itu sama saja seperti minta “obat termurah” tanpa tahu penyakitnya apa. Risiko tidak peduli dengan anggaran, kalau musibah datang, perlindungan minim gak akan cukup.

Idealnya, kamu harus tahu dulu berapa besar risiko finansial yang kamu tanggung kalau kehilangan penghasilan, lalu cari polis yang menutup celah itu. Baru setelah itu pikirkan biaya premi yang paling efisien.

3. Mengira uang Rp100 juta sudah cukup untuk jaga keluarga

ilustrasi asuransi jiwa (freepik.com/creativeart)

Kebanyakan orang merasa sudah aman karena punya asuransi jiwa dengan nilai pertanggungan “lumayan besar.” Tapi kalau dihitung, nilai Rp100 juta-Rp200 juta sebenarnya gak cukup untuk menggantikan penghasilan selama bertahun-tahun.

Bayangkan kamu berpenghasilan Rp10 juta per bulan, dan keluarga masih butuh biaya hidup setidaknya 10 tahun ke depan. Total kebutuhan bisa mencapai Rp1,2 miliar. Asuransi jiwa seharusnya menutup jangka waktu itu, bukan hanya beberapa bulan pertama.

Term life insurance (asuransi jiwa berjangka) adalah solusi terbaik karena preminya relatif murah tapi manfaatnya besar. Fokuslah pada berapa tahun keluarga akan butuh dukungan finansial, bukan seberapa besar angka yang “terasa cukup.”

4. Menganggap asuransi kesehatan kantor sudah cukup

ilustrasi PHK menganggur (vecteezy.com/Titiwoot Weerawong)

Banyak pekerja muda merasa aman karena punya asuransi dari kantor. Tapi sayangnya, perlindungan itu hanya berlaku selama kamu masih bekerja di sana. Begitu resign, cuti panjang, atau kena PHK, perlindungan itu langsung hilang.

Selain itu, polis perusahaan sering punya batasan: plafon rendah, pembatasan kamar, atau daftar rumah sakit terbatas. Saat biaya rumah sakit makin tinggi (terutama di kota besar), batas pertanggungan Rp5 juta-Rp10 juta per tahun bisa habis hanya untuk satu kali rawat inap.

Solusinya, kamu perlu asuransi kesehatan pribadi dengan pertanggungan minimal Rp10-20 juta untuk individu, atau Rp20-50 juta untuk keluarga. Tambahan top-up plan juga bisa jadi penyelamat saat terjadi penyakit berat seperti kanker atau serangan jantung.

5. Lupa bahwa cacat permanen lebih mungkin terjadi daripada meninggal

ilustrasi kursi roda (pexels.com/Marcus Aurelius)

Kebanyakan orang hanya berpikir soal “kalau aku meninggal nanti,” padahal risiko kehilangan kemampuan kerja justru lebih tinggi, lho. Misalnya, cedera berat atau penyakit kronis bisa membuat seseorang gak bisa bekerja selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Tanpa disability insurance (asuransi cacat tetap), penghasilan bisa berhenti total. Tagihan tetap datang, biaya hidup terus berjalan, dan keluarga akan menanggung beban finansial yang berat. Kondisi seperti ini sering kali membuat seseorang kesulitan membiayai kebutuhan sehari-hari maupun perawatan medis yang diperlukan.

Asuransi jenis ini sebenarnya berfungsi menggantikan sebagian penghasilan (sekitar 60-70%) selama pemegang polis tidak dapat bekerja. Dengan adanya perlindungan ini, stabilitas keuangan tetap terjaga meski sedang berada dalam masa pemulihan.

Mengejar cuan dengan bantuan AI memang seru dan menjanjikan. Tapi sehebat apa pun algoritmanya, gak ada teknologi yang bisa memprediksi penyakit, kecelakaan, atau kehilangan penghasilan. Semua risiko itu manusiawi, dan satu-satunya cara realistis untuk menghadapinya adalah dengan perlindungan finansial yang matang.

Jadi sebelum sibuk membuat strategi trading otomatis, pastikan kamu punya “sistem keamanan” dulu, ya. Mulailah dari asuransi jiwa, kesehatan, dan cacat tetap. Ingat, investasi bukan hanya soal menambah uang, tapi juga menjaga supaya uang yang sudah kamu kumpulkan gak lenyap dalam semalam.

Kejar cuan boleh, tapi pastikan fondasinya kuat. Karena dalam dunia finansial, mereka yang bijak bukan yang paling cepat cuan, tapi yang paling siap kalau badai datang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team