Ilustrasi Bank. (IDN Times/Aditya Pratama)
Aturan soal rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM) yang dikeluarkan Bank Indonesia juga didiskusikan dalam FDG ini. Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Budi Luhur, Selamet Riyadi, menilai bahwa peraturan itu tidak melihat kondisi di lapangan.
“Kita tahu kan UMKM kita seperti apa sekarang. Harusnya dilihat juga. Sebab, semua bank berbeda-beda kemampuannya. Kalau mau yang fokus pada mikro barang kali gak masalah,” tutur Selamet.
Selamet melanjutkan bahwa hal itu sangat dapat menjadi masalah besar apabila difokuskan pada bank yang bergerak di korporasi sehingga nanti bisa terjadi jual beli kredit.
“Ini menjadi tidak baik lagi untuk dunia perbankan. Pertama, masalah kelembagaan pembuat peraturan. Kedua, masalah PBI yang terakhir,” jelas Rahmat.
Untuk diketahui, PBI No. 23/13/PBI/21 tentang RPIM (Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial) berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3 RPIM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap dengan ketentuan:
a. Paling sedikit sebesar 20 persen pada posisi akhir bulan Juni 2022 dan posisi Desember 2022;
b.Paling sedikit sebesar 25 persen pada posisi akhir bulan Juni 2023 dan posisi akhir bulan Desember 2023; dan
c. Paling sedikit sebesar 30 persen sejak posisi akhir bulan Juni 2014.