Nilai Tukar Rupiah Senin Besok Diprediksi Menguat di Level 14.720
Jakarta, IDN Times - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Senin (7/9/2020) diprediksi menguat di level 14.720-14.800. Pada perdagangan akhir pekan kemarin, nilai tukar rupiah ditutup menguat 27 poin di level 14.750 dari penutupan sebelumnya.
Menurut Direktur PT.TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, ada beberapa faktor penguatan rupiah. Apa saja itu?
1. Pemerintah mewacanakan amandemen UU BI
Dari faktor internal, kata Ibrahim, pemerintah akan mempersiapkan regulasi apabila Indonesia benar-benar mengalami resesi, walaupun data PDB kuartal ketiga belum dirilis. Kondisi yang tak menentu ini mengakibatkan pemerintah kembali mewacanakan amandemen Undang-undang (UU) BI.
"Salah satu opsi yang ada adalah kembalinya Dewan Moneter seperti masa Orde Baru," ujar Ibrahim dalam keterangan tertulis.
Dewan Moneter memimpin mengordinasikan dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan dengan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. Nantinya, Dewan Moneter terdiri Menteri Keuangan sebagai ketua, satu orang menteri di bidang perekonomian, Gubernur BI dan Deputi Senior BI, serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Jika dipandang perlu, pemerintah dapat menambah beberapa orang menteri sebagai anggota penasihat Dewan Moneter," jelasnya.
2. The Fed menyiratkan untuk mempertahankan suku bunga rendah
Dari faktor eksternal, lanjut Ibrahim, prospek ekonomi yang buruk dan Federal Reserve telah menyiratkan untuk mempertahankan suku bunga rendah dalam waktu yang sangat lama. Selain itu, masih ada kekhawatiran tentang kekuatan pertumbuhan ekonomi AS.
Salah satu ukuran kekuatan pemulihan AS adalah pasar tenaga kerja. Data yang akan dirilis pada pekan depan diperkirakan akan menunjukkan gaji non-pertanian AS tumbuh sebesar 1,4 juta pada Agustus, yang akan lebih lambat dari 1,763 juta pekerjaan yang dibuat di bulan sebelumnya.
3. Pertumbuhan ekonomi AS masih melambat
Selain itu, kata Ibrahim, lapangan kerja masih akan berada sekitar 11,5 juta di bawah tingkat sebelum pandemik. Pertumbuhan yang melambat dapat menambah tekanan pada pembuat kebijakan AS untuk memulai kembali negosiasi yang macet untuk paket fiskal lain.
Kemudian, tidak ada kemajuan dalam negosiasi perdagangan antara Inggris dan Uni Eropa. Berdasarkan laporan The Times, pejabat senior Inggris melihat hanya kemungkinan 30-40 persen akan ada perjanjian perdagangan Brexit dengan Uni Eropa karena kebuntuan atas aturan bantuan negara.