Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pusing banyak tagihan (pexels.com/Kaboompics.com)
ilustrasi pusing banyak tagihan (pexels.com/Kaboompics.com)

Intinya sih...

  • Cicilan bisa lebih besar dari kemampuanmu, idealnya rasio utangmu tidak lebih dari 35% dari pendapatan bulanan.

  • Risiko investasi selalu lebih tinggi dari yang terlihat, pasar tidak bisa diprediksi sehingga mengambil pinjaman sekaligus berinvestasi sama dengan menggandakan risiko.

  • Biaya tambahan sering bikin kaget, seperti biaya administrasi, denda keterlambatan, dan penalti jika melunasi lebih cepat dari jadwal.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kalau dengar istilah “utang sehat”, rasanya cukup menenangkan, ya? Seakan-akan ada jenis pinjaman yang justru bisa bantu kondisi finansialmu jadi lebih baik. Misalnya pinjaman untuk beli rumah, biaya pendidikan, atau modal usaha yang bisa menghasilkan keuntungan. Teorinya memang terdengar masuk akal, tapi kenyataannya gak sesederhana itu, lho.

Utang tetaplah utang, artinya kamu punya kewajiban membayar cicilan rutin beserta bunga dan biaya tambahan. Kalau salah langkah, utang yang katanya sehat justru bisa jadi jerat finansial panjang. Apalagi kalau digunakan untuk investasi berisiko tinggi, sementara kemampuan bayar kamu terbatas.

Sebelum tergoda dengan istilah ini, ada baiknya kamu paham dulu apa saja risiko yang sebenarnya tersembunyi di balik pinjaman yang sering disebut sebagai “utang sehat”.

1. Beban cicilan bisa lebih besar dari kemampuanmu

ilustrasi tagihan utang (pexels.com/Nicola Barts)

Banyak orang berpikir selama bunga pinjaman lebih kecil dari potensi keuntungan investasi, maka itu aman. Padahal, belum tentu cicilan bulanannya sesuai dengan kondisi keuanganmu.

Seorang pakar keuangan, Daphne Lye dari MoneyOwl, menekankan bahwa idealnya rasio utangmu gak lebih dari 35% dari pendapatan bulanan. Kalau lebih, keuangan sehari-hari bisa jadi seret. Ujung-ujungnya kamu bisa stres karena merasa gaji hanya habis untuk bayar cicilan.

2. Risiko investasi selalu lebih tinggi dari yang terlihat

ilustrasi investasi (unsplash.com/Austin Distel)

Pinjam uang untuk investasi memang terlihat menarik. Kalau return investasinya lebih tinggi dari bunga pinjaman, kamu untung.

Tapi pasar itu gak bisa diprediksi. Lawrence Tan, senior manager di Institute for Financial Literacy, mengingatkan kalau mengambil pinjaman sekaligus berinvestasi sama saja dengan menggandakan risiko. Saat investasi rugi, cicilan tetap harus dibayar. Akhirnya kamu bukan cuma gak dapat untung, tapi malah tekor karena harus menutup kerugian dengan dana lain.

3. Biaya tambahan sering bikin kaget

ilustrasi dompet kosong banyak utang (pexels.com/Nicola Barts)

Pinjaman jarang hanya sebatas bunga. Ada biaya administrasi, denda keterlambatan, bahkan penalti kalau kamu melunasi lebih cepat dari jadwal.

Mark Tan, head of commercial di MoneySmart Financial, mengingatkan bahwa banyak orang terjebak karena gak memperhitungkan biaya tambahan ini sejak awal. Akibatnya, jumlah uang yang keluar bisa jauh lebih besar dari yang diperkirakan. Kalau tidak hati-hati, pinjaman yang awalnya terasa ringan bisa berubah jadi beban berat.

4. Tenor panjang bisa bikin rugi secara psikologis

ilustrasi stres (unsplash.com/Francisco De Legarreta C.)

Ambil pinjaman dengan tenor panjang memang bikin cicilan terasa ringan. Tapi konsekuensinya, beban utang akan terus menghantui dalam jangka waktu lama.

Mark Tan menyarankan memilih tenor sependek mungkin sesuai kemampuan bayar, karena semakin lama tenor, semakin besar bunga total yang harus dibayar. Selain kerugian finansial, secara psikologis kamu bisa merasa terikat pada utang bertahun-tahun, sehingga membatasi fleksibilitas finansialmu.

5. Kehilangan fleksibilitas dalam mengatur uang

ilustrasi menghitung anggaran (pexels.com/Kaboompics.com)

Ketika sebagian besar penghasilanmu sudah dialokasikan untuk cicilan, ruang gerak finansial jadi sempit. Kamu jadi sulit punya dana darurat atau tabungan untuk kebutuhan tak terduga.

Daphne Lye juga mengingatkan bahwa membayar utang terlalu cepat pun bisa berisiko karena membuat uangmu terkunci di aset yang kurang likuid, misalnya properti. Kalau tiba-tiba butuh dana cepat, kamu bisa kelabakan karena semua dana sudah “nyangkut” di cicilan.

Istilah “utang sehat” memang bikin pinjaman terdengar lebih bersahabat, tapi kenyataannya risiko tetap besar. Mulai dari cicilan yang bisa memberatkan, investasi yang gak pasti, sampai biaya tambahan yang sering terlewat dihitung.

Sebelum mengambil keputusan, kamu perlu benar-benar menilai kondisi keuangan pribadi. Ingat, pinjaman hanya bisa dibilang sehat kalau sesuai kemampuanmu dan gak bikin kamu kehilangan kontrol atas keuangan sendiri. Jadi, jangan mudah tergoda dengan label manis “utang sehat”, ya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team