Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi berbelanja (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi berbelanja (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Intinya sih...

  • Pengeluaran meningkat tanpa rencana jelas setelah kenaikan gaji.

  • Prioritas keuangan beralih ke gaya hidup mewah tanpa perencanaan.

  • Tidak ada kenaikan dalam jumlah tabungan atau investasi meskipun penghasilan bertambah.

Saat penghasilan kita meningkat, wajar jika kita memiliki keinginan untuk hidup lebih nyaman. Di balik semua itu, banyak orang tanpa sadar terjebak dalam fenomena yang disebut lifestyle inflation. Lifestyle inflation atau inflasi gaya hidup terjadi ketika pengeluaran meningkat seiring dengan kenaikan penghasilan.

Fenomena ini kerap tidak disadari karena terjadi secara bertahap, dimulai dari peningkatan kecil yang terlihat wajar. Jika terus dibiarkan, kondisi ini dapat menjauhkan kita dari kebebasan finansial. Berikut empat tanda umum bahwa kamu mungkin telah terjebak dalam lifestyle inflation.

1. Pengeluaran terus meningkat tanpa rencana jelas

ilustrasi menghitung uang (pexels.com/Kaboompics)

Salah satu tanda paling jelas dari inflasi gaya hidup adalah meningkatnya pengeluaran segera setelah menerima kenaikan gaji, tanpa adanya alokasi keuangan yang matang. Seringkali penghasilan tambahan digunakan untuk membeli barang-barang konsumtif seperti gadget terbaru, makan di restoran mahal, atau membeli barang mewah. Hal ini terjadi bukan karena kebutuhan mendesak, melainkan sebagai bentuk kepuasan emosional atas capaian finansial.

Kebiasaan ini menjadi berbahaya jika dilakukan tanpa menyisihkan sebagian penghasilan untuk investasi atau dana darurat. Saat pengeluaran bertambah tanpa kontrol yang jelas, maka kenaikan gaji tidak memberikan manfaat nyata dalam jangka panjang. Justru, pengeluaran yang terus meningkat bisa membuat seseorang tetap merasa kekurangan walaupun pendapatannya jauh lebih besar dari sebelumnya.

2. Prioritas keuangan beralih ke gaya hidup mewah

ilustrasi belanja online (pexels.com/AS Photography)

Saat kebutuhan dasar sudah terpenuhi, muncul keinginan untuk menikmati kemewahan seperti liburan ke luar negeri, belanja barang desainer, atau sering menginap di hotel bintang lima. Tidak ada yang salah dengan menikmati hasil kerja keras, namun jika pengeluaran ini dilakukan secara rutin tanpa perencanaan, bisa menjadi pertanda bahwa gaya hidup telah mengambil alih prioritas keuangan. Kebiasaan ini perlahan menggeser fokus kita dari tujuan keuangan.

Keinginan untuk terus meningkatkan standar hidup seringkali datang dari tekanan sosial atau keinginan untuk terlihat sukses. Akibatnya, alokasi untuk investasi, dana pensiun, atau asuransi menjadi terabaikan. Jika hal ini terus terjadi, maka akan sulit untuk mencapai tujuan finansial jangka panjang meski penghasilan terus meningkat.

3. Tidak ada kenaikan dalam jumlah tabungan atau investasi

ilustrasi investasi (pexels.com/Alesia Kozik)

Seseorang bisa memiliki gaji dua kali lipat lebih besar dari tahun lalu tetapi tabungan dan investasinya tetap stagnan. Ini merupakan indikator kuat bahwa kenaikan pendapatan tidak disertai dengan peningkatan kesadaran finansial. Lifestyle inflation seringkali membuat penghasilan habis untuk kebutuhan konsumtif sehingga tidak ada sisa untuk ditabung atau diinvestasikan.

Padahal, semakin besar penghasilan, semakin besar pula potensi untuk membangun kekayaan melalui aset investasi. Jika kondisi ini tidak segera disadari, peluang untuk mencapai kebebasan finansial bisa terbuang sia-sia. Menunda menabung atau berinvestasi demi gaya hidup sesaat bisa menjadi penyesalan besar di masa depan.

4. Selalu merasa kurang meski penghasilan besar

ilustrasi menghitung uang (pexels.com/Kaboompics)

Seseorang yang terjebak dalam lifestyle inflation sering merasa bahwa penghasilannya masih belum cukup, meskipun jumlahnya sudah jauh lebih tinggi dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Perasaan kurang ini bukan berasal dari kebutuhan nyata, melainkan karena standar hidup yang terus meningkat. Gaya hidup yang makin mewah memunculkan ekspektasi baru yang menuntut lebih banyak pengeluaran.

Ketika gaya hidup berkembang lebih cepat daripada kemampuan mengelola keuangan, maka rasa tidak pernah cukup akan terus menghantui. Semua tambahan penghasilan digunakan untuk memuaskan keinginan, bukan untuk memperkuat fondasi finansial. Akibatnya, berapa pun besarnya gaji akan tetap terasa pas-pasan karena selalu ada hal baru yang ingin dibeli atau dicapai.

Lifestyle inflation memang sulit dikenali karena sering muncul dalam bentuk kebiasaan sehari-hari yang terasa normal. Namun, dampaknya bisa sangat besar terhadap stabilitas keuangan jangka panjang. Mengenali tanda-tanda diatas dapat membantu kita memperbaiki arah keuangan sebelum terlambat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team