Ilustrasi neraca perdagangan. (IDN Times/Mardya Shakti)
Jangan lupa paling dasar dana darurat. duit yang cair, artinya tidak boleh dalam bentuk investasi yang tidak bisa dicairkan atau tidak stabil. tidak boleh di saham, emas, atau benda investasi riil aset lainnya, harus bentuk uang cair. Mentok pun dimasukkan deposito. Duit ini harus cukup membiayai kebutuhan pokok tiga hingga enam bulan.
Dana darurat dibutuhkan banget kalau istilahnya something bad happen, misalnya lagi oke-okenya di 2019 akhir, semunya positif, eh tau taunya ada corona. Bisnis harus tutup tiga bulan karena PSBB, nah itu adalah dana darurat yang perlu disiapkan sebelumnya. Itu dasar dulu sebelum nabung dan investasi lainnya.
Berlaku juga untuk pekerja informal atau gaji di bawah UMR? Namanya perencana keuangan tidak ada silver bullet atau aturan berlaku setiap orang. Kalau untuk mereka yang pas pasan, masih dalam bertumbuh secara penghasilan, atau gaji masih UMR, aturannya itu begini:
Kalau penghasilan kita sekian, gaya hidup kita harus menyesuaikan sekian juga. Tidak bisa (gaya hidup) lebih extravaganz atau punya prioritas lebih lagi dibanding penghasilan kita, sampai kita ada cara untuk meningkatkan penghasilan itu dengan bekerja sambilankah, bisniskah.
Artinya kalau dana darurat berdasarkan pengeluaran, maka yang gaji UMR punya basic pengeluaran mereka. Maka mereka harus memprioritaskan mana nih biar mencicil tabungan itu sehingga dana darurat aman. Setelah aman teruskan kebiasaan itu sehingga sisa cash flow bisa dipakai untuk nabung atau investasi.
Lalu, yang UMR cuman bisa menabung mungkin Rp100 ribu atau mentok-mentok 10 persen atau Rp400 ribu dari gajinya, ya ga masalah karena itu harus dibiasakan. Kalau tidak habit itu gak akan diteruskan saat penghasilan bertambah juga dan mereka tidak akan pernah keluar dari cycle itu.