Ilustrasi hukum dan undang-undang (IDN Times/Sukma Shakti)
Saya bertemu Khalis (klien Jouska yang juga korban) itu setelah dia mem-blow up ini di media. Ketemu Yakobus Alvin setelah dia bikin thread di Twitter akhirnya kita ketemu di situ. Somasi dari Februari itu saya follow up closing pertanggungjawaban seperti apa.
Dari situ setelah meeting dengan dua orang itu, saya seminggu mendapat email isinya surat pernyataan bahwa akan memberikan saya bantuan untuk memberikan portfolio saham nilai modal yang saya berikan.
Saya tanya kenapa bentuknya surat pernyataan dan isinya bantuan. Apakah saya tidak berhak meminta pertanggungjawaban sesuai kontrak dan janji yang ada? Saya kan minta amandemen perjanjian ini. Di situ akhirnya disampaikan oleh mereka. "Okay akan kita buat lagi draf yang baru."
Saya dibuatkan perjanjian baru pertanggungjawaban pengelolaan dana investasi tanpa dikenakan biaya apa pun sampai senilai Rp55 juta. Tetapi dengan PT baru lagi nih berubah, PT Mahesa. Saya kan merasa aneh, siapa lagi Mahesa sedangkan saya tidak ada hubungan apa pun dengan Mahesa.
Saya dapat perkenalan produk dengan advisor Jouska, seharunya yang mengelola PT Amarta ini. Lalu saya tolak dan ini tidak ada hubungan sama saya. Kontrak baru okay tapi pertanggungjawaban yang gak masuk di logika saya.
Saya disampaikan (oleh pihak Jouska) ini salah klien juga, kenapa klien tidak menolak saran kami. Ini kok malah gak ada iktikad baik untuk selesaikan dan menyalahkan saya. Saya mau komunikasinya formal kita jawab lewat surat aja, sudah tidak bisa lagi lewat telepon dan meeting online. Bahkan komunikasi di WA grup, saya gak mau.
Dari situ saya tunggu surat dari mereka. Lama saya tunggu ga ada, saya hire lawyer saya sampaikan masalah saya dan saya mau menanyakan pertangungjawaban mereka lewat somasi.
Somasi saya sudah dijawab oleh kuasa hukum Jouska. Cuma emang jawabannya tidak memuaskan. Jadi saya putuskan somasi saya yang pertama dan terakhir.