Di meja kayu, segelas kopi menunggu, asapnya menari, mencari kata yang hilang.
Aku menyeruput, tapi pahit tak datang, seolah gula menyusup tanpa permisi.
Waktu berhenti di antara tegukan, kenangan jatuh pelan seperti ampas di dasar gelas.
Kau pernah duduk di sini, menertawakan senja,kini hanya kursi kosong menatapku diam.
Kopi ini lupa jadi pahit, barangkali meniru caraku melupakanmu.
Tapi setiap hangat yang mengalir ke dada, mengingatkan, luka pun bisa terasa manis.