Di sudut sunyi kamar yang berantakan,
aku duduk, memeluk diri sendiri.
Suara-suara dalam kepala
beradu argumen tanpa henti.
Katanya, aku harus kuat,
tapi hatiku retak setiap malam.
Katanya, remaja itu masa paling indah,
lalu kenapa rasanya seperti tenggelam?
Aku tersenyum di luar,
padahal badai berkecamuk di dalam.
Aku bilang "nggak apa-apa",
meski dada ini sesak tanpa alasan.
Teman bilang aku aneh,
guru bilang aku malas,
orang tua bilang aku berubah—
tapi tak satu pun bertanya kenapa.
Ada rindu ingin dimengerti,
bukan dihakimi,
bukan dibandingkan,
bukan dipaksa jadi versi yang bukan aku.
Aku cuma ingin tumbuh,
dengan luka yang disembuhkan,
dengan mimpi yang didengarkan,
dengan pelukan, bukan tuntutan.
Jangan paksa aku dewasa dalam semalam.
Bimbing aku, bukan kendalikan.
Karena aku remaja,
yang sedang belajar jadi manusia.