Pagi yang segar
lama tak kuhirup —
tinggal harap
yang tak lagi hidup.
Dan kau,
yang memecahkan piring-piring
di saat laparmu,
membiarkan bisingnya
berserakan di lantai
sementara langkahku
tertatih,
menusuk tajam
di telapak kaki sendiri.
Malam,
jadi ladang mimpi buruk:
sepi menerkam,
jeritan memekik
tanpa satu pun yang peduli.
Lalu kini kau datang,
menjanjikan cahaya baru —
tapi,
bagaimana dengan waktu-waktuku
yang sudah lebih dulu
kau buat padam?