Begitulah awal pandangan itu menjatuhkanku.
sambil mendengar musik klasik
kupasrahkan masa mudaku mengintai bahasa tubuhmu yang rawan.
kutahan rasa ingin tahuku, tepat sebelum memindai lekuk dan telukmu
dengan sisa tenaga aku datang sebagai ruh penggila
membaca rupa warnamu di secarik kertas putih yang menyimpan luapan nafsu
lalu semestamu mulai menyeret seluruh kesadaranku.
tampak kau masih orang asing, yang tak berminat mengenal tuannya sebuah puisi
siapa juga aku, yang terlalu yakin bisa cemas akan kau, apalagi melebur menikam lidahmu dengan punyaku
namun mimpi atau bukan, maka maafkanlah, jika sarang paru-paruku hanya ingin menghirup nafas yang kau ciptakan.