Papan tulis masih menyimpan kapur,
tapi tak ada tangan yang menulis di sana.
Kursi-kursi berdebu menunggu,
pada suara tawa yang tak lagi ada.
Ruang kelas sunyi, seperti altar waktu,
menyimpan doa yang belum terucap.
Dindingnya adalah saksi bisu,
tentang mimpi-mimpi yang pernah berjejak.
Jam dinding berputar tanpa arti,
menunggu langkah kaki yang kembali.
Namun yang datang hanya bayangan,
menyapa diam, lalu hilang perlahan.
Aku duduk di bangku paling belakang,
merasakan riuh yang tinggal kenangan.
Suara guru, suara teman,
terdengar samar di antara dinding diam.
Ruang kelas adalah rumah bagi kata,
tempat huruf bertemu menjadi doa.
Kini ia hanya menyimpan udara,
tanpa tanya, tanpa jawab.
Namun aku percaya, suatu saat nanti,
ruang ini kembali hidup lagi.
Dengan cahaya mata yang belajar,
dan mimpi yang tak akan punah.