Seringkali hujan datang di kala aku merindu.
Butirannya saling kejar-berkejaran
hingga mendapatkanku menopang dagu
di tepi jendela.
Dan kerap kali pula hujan menggoda.
Dengan memunculkan embun dari dingin
yang menghias tiap sisi kaca jendela;
memaksaku mengukir huruf demi huruf hingga
membentuk sebuah nama.
Barangkali hujan bermaksud mengobati kerinduanku
dengan mengajak melihat keindahan namanya di balik kaca.
Aku terhibur, memang. Namun hanya sesaat.
Karena seiring dengan rintikan yang melambat
dan embun yang menguap.
Nama itu pun hilang.
Persis. Seperti kehilanganku padanya
Beberapa hari yang lalu, sebelum hujan ini turun.