Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
unsplash.com/tjump

Aku terdampar di sebuah kota yang memang benar-benar menyedot semua atensiku. Di kota ini aku bermain-main dengan nasib dan masa depan. Kota yang menyajikan kemilau surga dunia dan berbagai bidadari-bidadarinya. Aku terjerembab di kota ini, kota yang kusebut kota nasibku.

Pagi ini aku kembali harus melakukan aktivitasku sebagai mahasiswa semester 6. Menjadi mahasiswa semester enam memang penuh warna-warni. Semenjak aku berada disemester enam ini, batinku sering bersenandung, “apa yang sudah kuraih di usiaku yang sekarang ini?.” Ternyata menjadi mahasiswa bagiku saat ini bukanlah kebanggaan, namun hanyalah beban. Tapi apa daya, walaupun aku mencoba berpikir idealis soal menjadi mahasiswa, tetap saja aku harus menyelasaikan kuliahku. Jika tidak, bagaimana wajah ayah dan ibu melihatku. Aku terlalu khwatir soal itu.

Kaki kulangkahkan, motor kuhidupkan. Aku bergerak menuju kampus dengan segala hiruk pikuknya. Bagiku kampus seperti rumah ketiga setelah rumah di kampung halamanku dan indekos. Dahulu saat aku berada disemester empat dan lima, berbagai aktivitas banyak kuhabiskan di sekitaran kampus. Namun aku tidak pernah merindukan hal tersebut, memang banyak pengalaman yang kudapat. Tapi sangat besar letih yang menjerat saat berkoalisi dengan yang namanya organisasi kampus. Jam berdetik, waktu berganti hingga jam menunjuk pukul 12.00. Pak Rusdi telah mengucapkan terima kasih dan itu berarti pertanda kuliah telah selesai. Aku bergegas memasukkan laptop dan buku-bukuku ke dalam tas. Setelah rapi, aku langsung bergegas ke sebuah kafe di sudut kota ini. Sebuah kafe yang bisa kusebut menjadi saksi perjalanan hidupku di kota ini.

Sesampainya di kafe, aku memesan kopi espresso favoritku kepada Randa, “Ran, espresso biasa satu ya”. Begitulah permintaanku kepada Randa setiap datang ke kedai kopi di sudut kota ini. Randa seusia denganku, seorang bartender berbakat yang hebat menurutku. Randa hebat bagiku karena di tengah kesibukannya mengerjakan skripsi, ia masih bisa mengatur waktunya dengan baik. Jikalau aku berada di posisi Randa, aku lebih memilih berhenti menjadi bartender dan fokus mengerjakan skripsi. Namun Randa dan aku bukanlah orang yang sama, semua orang punya alasan dan kemampuannya sendiri dalam mengatasi setiap masalah.

Editorial Team

Tonton lebih seru di