Aroma kopi yang baru diseduh menguar di udara, bercampur dengan bau khas logam dan ozon dari server-server raksasa yang berderet rapi. Lampu neon putih terang benderang menyinari ruangan, memantulkan cahaya dari layar monitor yang berkedip-kedip menampilkan data-data penting. Arya, asisten pribadi Wisnu, melangkah hati-hati di antara kabel-kabel tebal yang menjalar di lantai, membawa nampan berisi secangkir kopi mengepul.
"Pak Wisnu, kopinya," Arya meletakkan nampan di meja kerja Wisnu dengan sedikit gemetar. Ia tahu betapa pentingnya data-data yang tersimpan di ruangan ini.
Namun, nasib berkata lain. Nampan itu tersenggol tangan Wisnu yang sedang fokus pada layar monitor sambil menggeser mouse.
"Astaga!" Wisnu melompat dari kursinya, wajahnya pucat pasi. Ia menatap ngeri keyboard yang kini terendam kopi, pikirannya dipenuhi skenario terburuk. Secangkir kopi panas yang dibawakan Arya tumpah, cairan hitam pekatnya langsung membanjiri keyboard.
Arya hanya bisa terpaku, wajahnya memucat. Ia tahu betapa marahnya Wisnu jika ada yang merusak peralatan kerjanya, apalagi keyboard yang menjadi senjata utamanya dalam menjaga keamanan data keluarga Joanes.
Wisnu menghela napas. Ia tahu Arya hanya ceroboh, dan ia juga yang tidak sengaja menyenggol nampan. Wisnu bekerja untuk keluarga Joanes dalam menjaga server data utama dan rahasia. Keluarga Joanes, dinasti bayangan yang menguasai 60% tambang batubara di negara ini, menjalankan kekuasaan mereka dengan mendanai kampanye para pemimpin.
Di balik pintu tebal ruang kerjanya, tersimpan rahasia kekayaan keluarga Joanes yang tak terbayangkan. Dari bukti-bukti kepemilikan tambang emas ilegal di berbagai daerah hingga aset-aset kripto yang disembunyikan, semua terhubung dalam jaring laba-laba digital yang Wisnu jaga dengan nyawanya.
Ini bukan sekadar pekerjaan, ini warisan, gumam Wisnu, mengingat pesan mendiang ayahnya, mantan kepala keamanan keluarga Joanes.
Notifikasi kecil berkedip di pojok kanan bawah layar monitor Wisnu. Ia mengernyit, biasanya hanya email penting dari anggota keluarga Joanes yang muncul di sana. Dengan satu klik, pesan singkat muncul:
Data di server ini telah dienkripsi. Untuk mendapatkan kuncinya, kirim 30 Bitcoin ke alamat berikut...
Jantung Wisnu berdegup kencang. Ransomware. Ia pernah mendengarnya, tapi tak pernah menyangka akan mengalaminya sendiri. Apalagi ini menyerang komputer utama yang menyimpan semua data rahasia keluarga Joanes.
Dengan tangan gemetar, ia mencoba membuka beberapa folder penting. Semua terkunci, hanya menyisakan ikon gembok merah yang mengejek. Napasnya tercekat, keringat dingin membasahi punggungnya.
Ia tahu apa artinya ini. Jika data-data itu bocor, kekacauan negri bisa terjadi.
"Arya!" panggilnya dengan suara serak. Asistennya muncul dengan cepat, wajahnya penuh tanya.
"Komputer utama... ransomware... panggil tim IT sekarang!" perintah Wisnu, suaranya nyaris tak terdengar.
Arya terbelalak, wajahnya langsung pucat pasi. Ia tahu betapa gentingnya situasi ini. Tanpa membuang waktu, ia berlari keluar, meninggalkan Wisnu sendirian dengan ketakutan yang semakin membesar.
Wisnu menatap layar monitor yang kini menampilkan hitungan mundur. 72 jam. Hanya tiga hari untuk menyelamatkan keluarga Joanes, dan mungkin juga negri, dari bencana.
Ruang server keluarga Joanes berubah menjadi sarang lebah yang panik. Deru kipas pendingin beradu dengan ketukan keyboard yang menggila. Tim IT terbaik yang pernah Wisnu kumpulkan kini berjibaku melawan waktu, menganalisis kode jahat yang mengunci data berharga mereka.
Wajah-wajah tegang dipenuhi keringat, mata mereka memerah menatap layar monitor yang dipenuhi kode-kode asing. Sesekali terdengar umpatan frustasi saat upaya mereka menemui jalan buntu.
"Pak Wisnu, enkripsi ini sangat kuat. Kami belum pernah melihat yang seperti ini," ujar kepala tim IT dengan nada getir.
Wisnu mengangguk lemah, jemarinya meremas lengan kursi. Ia tahu ini bukan ransomware biasa. The Shadow Broker, peretas di balik serangan ini, terkenal dengan keahliannya yang tak tertandingi.
"Apa ada cara lain? Dekripsi manual, mungkin?" tanya Wisnu, suaranya serak.
Kepala tim menggeleng pelan, "Kami sudah mencoba, Pak. Tapi enkripsinya terlalu kompleks. Kemungkinan berhasil sangat kecil."
Wisnu terdiam, pikirannya berpacu mencari jalan keluar. Ia melirik jam dinding, hitungan mundur semakin mendekat. 24 jam tersisa.
Dua hari berlalu tanpa kemajuan. Wisnu, kelelahan dan putus asa, melaporkan kegagalannya pada Pak Prabu, tetua keluarga Joanes. Wisnu langsung dipecat tanpa ampun dan langsung mengeluarkanya dalam divisi keamanan.
Keluarga Joanes berkumpul, suasana dipenuhi ketegangan dan saling menyalahkan. Mulai dari kurangnya pencegahan enkripsi agar tak sembarangan orang bisa mengakses server, atau backup bulanan yang terlambat dilakukan. Perdebatan memanas, hingga akhirnya Raka–seorang staf IT yang baru didatangkan, mengajukan diri untuk membantu.
Berjam-jam berlalu, Raka bekerja tanpa henti. Jari-jarinya menari lincah di atas keyboard, matanya fokus menatap layar monitor. Akhirnya, senyum tipis tersungging di bibirnya.
"Berhasil!" serunya, mengejutkan semua orang yang menunggu di luar.
Raka menjelaskan bahwa ia telah berhasil memecahkan enkripsi ransomware dan memulihkan semua data. Keluarga Joanes bersorak gembira, lega karena bencana telah berlalu.
Namun, di balik layar, Raka melakukan sesuatu yang tak terduga. Ia menyalin semua data rahasia keluarga Joanes dan mengunggahnya ke cloud pribadinya. Senyum licik terkembang di wajahnya.