Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pexels/Kat Jayne

Tak ada yang berbeda, semuanya berjalan seperti biasa. Rumah yang selalu hening, tanda tak ada kehidupan. Rumah yang megah, tak ada isi, kosong melompom. Setiap aku berjalan beranjak dari rumah ini, puluhan mata akan memandangku. Melihat setiap gerak gerikku, takut bila aku melukai mereka. Aku tak memiliki pedang, aku tak pandai menggunakan pistol, bela diri saja aku tak mengerti.

Sejahat itukah aku pada mereka? Sehingga mereka semua menjauh. Kuangkat kepalaku. Menantang dunia. Aku bukan orang yang lemah, aku kuat, sangat kuat, lebih kuat dari apa yang kalian pikirkan. Camkan itu baik-baik.

Aku sangat menyayangi istriku, dia adalah gadis desa dulunya. Tutur kata yang lembut, gerakan yang gemulai, paras yang cantik, menjadikannya gadis yang sangat istimewa. Aku beruntung memilikinya, pacarku dahulu, kekasih selamanya.

Dia selalu menemaniku ke mana saja. Tak ingin jauh dariku katanya. Kami selalu menjadi trending topik gosip kalangan bawah. Iri melihat kemesraanku dengan istri. Kala itu, aku terduduk di pendopo sawah. Menerawang ke angkasa. Menyampaikan segala kerinduanku pada dia. Aku sangat menyayangimu. Lebih dari apapun. Jangan lupakan aku, sayang. Sempatkanlah hadir di bunga tidurku. Biarkan aku melihat senyummu.

Aku dahulu memiliki istri. Namun, ia hanya seonggok daging tak bernyawa sekarang. Aku pasrah, menyerahkan segalanya kepada-Nya. 

Aku berangkat, bukan meninggalkan istriku. Hanya sementara, ada sedikit urusan yang harus kuselesaikan. Aku bisa tenang, karena istriku tinggal bersama pembantuku, jadi dia tak kesepian di rumah sebesar istana ini.

Semua berubah dalam sepersekian detik. Selangkah lagi aku beranjak dari rumah ini. Istriku berlari ke arahku.

“Kenapa sayang? Aku hanya pergi sebentar, belum pergi saja kau sudah langsung kangen,” kataku sambil melihat ke arah istriku dan tersenyum.

Ia tersenyum sebentar dan hilang sudah lengkungan bibir itu. Derai air mata mengalir deras dari pipinya. Dia berteriak histeris.

“Kau laki-laki brengsek!!! Kau bajingan!!!” Katanya sambil memukul dadaku, meluapkan segala sakit hatinya.

“Ada apa? Kenapa kau begitu marah sayang? Apa yang telah aku lakukan sampai kau mengatakan seperti itu?” Kataku, aku bingung melihatnya.

“Dasar bajingan!!! Kau masih saja berpura-pura bodoh. Kau mengkhianatiku, selama ini kau memiliki istri simpanan. Dasar laki-laki tak tau diri,” katanya.

Bagai disambar petir di siang bolong. Aku terpaku di ambang pintu. Tak sanggup menatap matanya. Aku hanya berani menatap ubin berukir bunga indah dibawah kakiku. 

Istriku mengetahui aku bermadu. Dia marah besar. Menghancurkan barang yang tak murah harganya. Aku tak sanggup melihatnya menangis seperti itu. Aku sangat menyayanginya. Kurengkuh badan mungilnya dipelukanku. Meredahkan sedikit kegelisahan di dalam dirinya.

“Jangan tinggalkan aku, aku sangat menyayangimu,” kataku kepada istri tersayangku. Dia hanya diam, terdengar suara cegukannya.

Masihku peluk erat tubuhnya, menciumi puncak kepalanya, menyalurkan segala rasa sayangku padanya.

“Bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi? Kau membodohiku lebih dari 5 tahun, kau laki-laki brengsek!!!” Katanya sambil memukul dadaku kembali, aku diam. Tak berani melawan. Sekali lagi ku rengkuh badan mungilnya.

“Aku mencintaimu, percayalah, aku tak bermaksud melukaimu, aku hanya terlalu takut kau akan meninggalkanku bila kau tau hal itu,” kata-kata yang begitu haram. Aku tak sanggup mengucapkannya, bahwa aku telah melakukan poligami. Aku tak menyukai itu. Aku berprinsip untuk tidak menyakiti hati siapapun. Kalau begini, semuanya akan tersakiti.

“Maafkan aku sayang, maafkan aku,” batinku. 

Semua terjadi begitu saja, aku tak pernah berpikiran untuk melakukan ini semua. Semua hanya karena aku menyayangi mereka semua. Aku tak sanggup bila harus bercerai dengan istriku terdahulu dan akupun tak sanggup bila harus berpisah dengan anak-anakku. Cinta membutakan segalanya. Jangan pernah salahkan cinta. Cinta tak pernah salah. Hanya orang yang memanfaatkan cinta itu dengan buruk. 

Hujan menemani malamku. Malam sepiku tanpa senyuman hangat dari istriku tersayang. Segalanya seperti mimpiku. Hidup yang kujalani sendiri. Aku hanya berharap waktu cepat berganti. Aku berjanji aku takkan berubah, tetap menyayangimu dari sini.

Banyak yang mengatakan aku tak mencintai istriku. Sudah hal biasa bagiku untuk sekarang melihat orang-orang memadangku sebelah mata. Tak segan-segan bahkan mereka banyak yang membicarakanku, padahal aku berada di dekat mereka. Cihhh. Dasar ibu-ibu, hanya bergosip saja pekerjaan sehari-harinya. Tidak sadarkah mereka, bahkan balok di matanya saja tidak sadar, kesalahan orang selalu diumbar-umbarnya?

Aku dengar, mereka mengganggap aku tak mencintai istriku karena pada saat acara pemakaman, aku hanya diam melihat jenazah istriku di dalam peti. Apakah cinta seseorang hanya dilihat dari tangisan saja ketika ditinggalkan. Mereka tidak tahu betapa hancurnya hatiku melihat orang yang begitu kucintai harus meregang nyawa begitu cepat. Persepsi yang berbeda memberikan arti yang berbeda. Aku hanya bisa menutup kedua telingaku karena aku tak sanggup menutup sejuta mulut busuk mereka. 

Banyak yang menduga aku yang membunuh istriku. Pertengkaran itu begitu hebat. Semua tetanggaku bahkan menonton drama yang terjadi didalam rumahku. Ya, pintu utama rumahku saat itu tak tertutup, jadi para penonton dengan mudah menyaksikannya dari pagar biru rumahku. Dasar manusia zaman sekarang, hanya pandai menyaksikan dan setelah itu menjadikannya suatu hot gosip. 

Salah satu pekerja rumahku turun dari tangga. Menyaksikan kemarahan istriku. Kemarahan yang akan selalu mendarah daging untuknya. Ya, ini adalah pertama kali baginya berteriak di hadapanku selama 5 tahun kami menikah.

Aku hanya diam, tak sanggup melakukan apa-apa. Kakiku terpatri jelas di atas ubin ini. Istriku membelakangi tangga, ia tak menyadari sedari tadi ada yang memperhatikannya. Benda berlaras pendek itu terangkat kearahku. Tidak, tidak ke arahku melainkan ke arah istriku.

Cletek, benda itu sudah siap untuk meluncurkan pelurunya. 

DORRRR !!!

DORRRR !!!

DORRRR !!!

Air berwarna merah itu mengalir dengan deras. Tiga tembakan yang tepat di jantung, kepala dan perutnya. Titik vital yang bila tertembak akan langsung menyebabkan kematian. Kematian yang bisa disebabkan karna kehabisan darah atau karena tak berfungsi kembali organ tubuhnya. Gelombang angin menerpa wajah hingga sanggup membuat sang pemilik tubuh jatuh membentur ubin yang indah. Sayangnya, hidupnya tak seindah ubin itu. Air asin dan air merah itu menyatu dengan segala kepedihan yang ada. Rasa sakit itu akan selalu ada. Dibawa hingga ke alamnya. Perbedaan alam kami menjadi saksi bisu segala perasaan yang tertinggal.

Aku jatuh cinta padamu. Katakanlah, jangan buang sia-sia segala perasaan itu, ucapkan dengan bibirmu kalau kau mencintaiku. Tolong! Katakanlah.

“Aku mencintaimu, sangat mencintaimu!” Kata istriku yang mulai memucat. Darah yang terus mengalir. Aku menatapnya datar. Aku hanyalah manusia, tak bisa berbuat apa-apa. Tuhan yang mengatur segalanya. Aku hanya menjalankan segala kehidupanku yang ada, aku hanya berpasrah pada-Nya. 

Perempuan cantik itu menghampiriku dengan anggunnya. Ia melepas sarung tangannya dan melemparkan ke arah jasad yang darahnya mulai membanjiri ruangan. Tak lupa, Glock-17 berwarna hitam pekat itu dilemparkannya begitu saja.

Apakah dia tidak tahu, seberapa fantatisnya harga senjata itu? Glock-17 termasuk pistol terbaik ke7 yang di dunia. Pistol itu semi otomatis yang dirancang dan diproduksi oleh Glock GmbH dari Deutsh-Wagram, Austria. Meskipun aku tahu ia bisa dengan mudah untuk mendapatkan segala hal.

Dia bukanlah wanita biasa. Di kota lain ia terkenal dengan wanita pengusaha tambang emas terbesar di kotanya. Aku tak tahu mengapa, ia bahkan rela menjadi seorang pembantu dirumahku. Itu pekerjaan yang sangat sulit bila harus dilakukan orang yang hanya terbiasa berpangku tangan. Sekali lagi, cinta membutakan segalanya dan jangan salahkan cinta. 

Lalu dengan gaya anggunnya. Dia menghampiriku. “Wow,” itu satu kata yang terucap dari mulutku ketika melihat penampilannya sekarang.

Kemarin ia hanya berbalutkan baju yang kebesaran dengan warna yang kusam. Sangat tak cocok dengan wajahnya yang indah dan kulitnya selembut kapas. Sekarang dia mengenakan dress satin berwarna peach. Sangat cocok dengan indah tubuhnya. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team