Pagi menyapa kota kecil dengan hangatnya sinar matahari. Langit membentang cerah tanpa awan, seperti menjanjikan hari yang indah. Jalanan mulai dipenuhi aktivitas: orang-orang berangkat kerja, anak-anak berjalan tergesa menuju sekolah, dan sebagian lagi baru pulang dari sif malam. Kota perlahan menggeliat.
Namun, di balik cerahnya pagi itu, ada pemandangan yang mengusik mata hingga hidung. Sampah-sampah berkumpul di trotoar bak keluarga. Limbah pabrik berlayar, meracuni ikan-ikan, dan asap kendaraan menikam paru-paru, hingga bau tak sedap menyelinap, menyelinap mencekik hidung.
Kertas bekas bungkus makanan, botol minuman, hingga plastik-plastik memenuhi trotoar bagaikan pameran seni. Mereka bukan lagi sampah, mereka menjadi seni kota. Tersangkut di sela-sela kursi taman, terhimpit di antara akar pohon rindang, hingga berlayar di atas parit.
Warga kota berjalan seolah tak melihat. Dengan santai, tangan-tangan membuang sampah ke jalan tanpa berpikir panjang. Seolah-olah itu semata-mata tugas petugas kebersihan. Angin mulai memainkan perannya. Plastik-plastik ringan berdansa bersama di udara; berputar, melayang, menabrak sepeda motor, hinggap di teras rumah, lalu terjerembap ke selokan. Parit-parit penuh, tersumbat, dan air mulai tergenang. Seekor tikus ke sana-kemari di antara bangunan kota, berpesta memakan sisa makanan. Di sungai, ikan-ikan mabuk mengambang tanpa arah, tercemar oleh limbah manusia yang tak peduli.
Di pojok taman, seorang petugas kebersihan berhenti sejenak. Ia menghela napas panjang. Tangannya kotor, punggungnya basah oleh keringat. Satu per satu, ia pungut sampah yang berserakan.
“Kalau saja semua orang sadar buang sampah pada tempatnya,” gumamnya lirih, “aku mungkin tak harus memungut sampah yang sama setiap hari.”
Namun, gumam itu tenggelam dalam gelak tawa sekelompok remaja yang melintas. Dengan enteng, mereka melempar gelas plastik ke selokan. Tertawa. Seolah tak tahu, atau tak mau tahu, bahwa bumi sedang sakit.
Angin terus berembus. Sampah masih beterbangan. Dan kesadaran untuk peduli, menjaga, dan merawat kota ini, masih entah di mana.