Jakarta Masih Hujan

Entah berapa lama lagi kaki ini menyusuri jalan tanpa tujuan yang pasti, aku hanya sesekali memandang langit dari balik payung. Aku yang senang berjalan kaki untuk mengalihkan rasa gundah, tapi kau membencinya. Ya, kau. Kau yang selalu memberondong telepon selularku dengan puluhan pesan dan panggilan untuk memastikan keberadaanku saat kubilang aku ingin mencari udara segar.
Butuh beberapa saat untuk meyakinkan diri mengangkan teleponmu, karena yang akan kudengar adalah setengah makian, disusul kau yang beberapa waktu kemudian menemukan keberadaanku dan memaksaku masuk kedalam mobilmu dan menceramahiku sepanjang perjalanan menuju rumah. Pembuat onar yang selalu membuatmu khawatir, si cengeng yang mudah kau temukan keberadaannya karena tak dapat pergi jauh sendirian, dan selalu melarikan diri ke tempat yang sama. Tapi itu dulu.
Hari ini aku sudah berjalan sekitar 30 menit sejak turun dari stasiun kota, stasiun pemberhentian terakhir yang memaksaku untuk turun. Aku tak ingin kembali ke tempat yang sama. Tak ada notifikasi panggilan dari ponselku. Sepi. Hanya suara hujan yang kudengar tepat diatas kepalaku, yang tak juga benar benar kudengar, rekaman 4 tahun lalu terus berulang jelas di kepalaku.