ilustrasi kombucha (commons.wikimedia.org/Hexatekin)
Mengutip dari buku Soko-Ndalem Kombucha (Mengenal Fermentasi Teh yang Menyehatkan), berawal dari Kaisar China, Shen Nong, yang menemukan teh pertama kali pada 2737 SM.
Kemudian, pada 221 SM, Kaisar Qin Shi Huang diyakini sebagai orang pertama yang mengonsumsi minuman ini dengan sebutan Lingzi (ramuan keabadian). Barulah pada tahun 414 Masehi, seorang dokter asal Korea bernama Kombu menyembuhkan masalah perut Kaisar Jepang, In-giyō dengan teh fermentasi.
Nama dokter tersebut kemudian diabadikan sebagai nama minuman dan ditambahkan “cha” yang berarti teh. Pada abad ke-11, pasukan Mongol yang dipimpin Genghis Khan berperan menyebar kombucha hingga ke Eropa. Berabad-abad kemudian, Dr. Rudolf Kobert, doktor asal Jerman menulis tentang “Kvass and Its Preparation” pada 1896 Masehi. Kvass merupakan nama lain kombucha di Rusia dan Manchuria.
Tahukah kamu kalau kombucha dibuat secara rumahan sejak tahun 1904 Masehi? Setelah itu, mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1930 dengan nama teh dipo. Sedangkan, jamurnya dikenal sebagai jamur dipo, jamur banteng, atau jamur super. Kamu dapat menemukannya di beberapa pasar tradisional di Bali.
Berselang 10 tahun, Rudolf Sklenar melakukan beberapa metode pengobatan menggunakan kombucha, salah satunya untuk penanganan kanker. Sayangnya, pada 2010, kombucha sempat ditarik dari pasaran karena kekhawatiran pada kadar alkohol. Penelitian kombucha lebih lanjut mulai dilakukan secara luas.
Kombucha semakin berkembang di pasaran. Tahun 2022, tercatat sebagai peningkatan pasar kombucha terbesar, terutama di Asia Pasifik. Bahkan, diprediksi bakal semakin meluas ke seluruh dunia.