ilustrasi penyulingan (IDN Times/Elias)
Arak Bali murni menggunakan tuak pohon kelapa, pohon lontar, dan pohon enau atau aren sebagai bahan dasarnya. Namun, bahan tersebut tergantung pada sumber daya alam serta ciri khas setiap daerah pembuat arak.
Proses pembuatan arak Bali masih tradisional. Pengrajin arak akan menyadap nira pohon kelapa sehari dua kali pada satu pohon. Selanjutnya, nira dikumpulkan dalam gentong besar berkapasitas 80-90 liter.
Langkah selanjutnya, gentong akan diberi serabut kelapa untuk difermentasi selama 2–3 hari. Selain itu, pengrajin arak juga kerap menggunakan kulit kayu bayur atau kutat sebagai pengganti serabut kelapa.
Media fermentasi ini perlu dikeringkan selama 15–20 hari serta dihaluskan dengan cara dipukul menggunakan sebongkah kayu di atas batu. Setelah difermentasi sekitar 2–3 hari, nira akan berubah rasa dari manis ke sedikit 'keras'. Hal tersebut menandakan bahwa kadar alkoholnya meningkat.
Proses penyulingan arak dilakukan selama 10 jam. Untuk proses awalannya dengan merebus tuak menggunakan api besar. Namun, bila sudah mendidih api perlu dikecilkan agar rasa arak lebih enak dan 'tidak kasar'. Bila sudah jadi, barulah arak Bali didinginkan dan dikemas dengan kemasan menarik agar bisa dipasarkan.
Lebih lanjut, dalam artikel dari Politeknik Internasional Bali, arak Bali merupakan alkohol tipe C dengan kandungan alkohol 20–55 persen. Nah, buatmu yang tak boleh atau tidak bisa meminumnya, sebaiknya jangan coba-coba, karena cukup memabukkan.
Nah, itulah ulasan seputar arak Bali yang kini menjadi Warisan Budaya Takbenda. Kalau libur ke Bali, kamu bisa masukkan arak Bali dalam salah satu bucket list oleh-oleh, ya. Selain info menarik di atas, yuk temukan ulasan makanan Indonesia lainnya di IDN Times!