Millennials Kecanduan Pesan Antar Makanan, Hemat Waktu atau Malas?

Tak ada yang menyangka kemunculan layanan pesan antar daring berbasis aplikasi bisa menggeser perilaku konsumen, termasuk dalam hal jual beli makanan. Dulu ketika lapar, pilihan kita cuma dua. Mau berkorban tenaga buat beli makanan di luar atau masak sendiri dengan bahan yang ada di rumah.
Namun, sekarang solusi perut keroncongan bahkan ada di ujung jari. Dalam beberapa klik, kita bisa memilih mana makanan yang sedang kita inginkan hanya dengan smartphone. Tinggal duduk cantik, gak terasa tiba-tiba pesanan sudah datang saja. Benar gak?
IDN Times melakukan survei dengan melibatkan 258 orang sebagai sampel yang tersebar di enam kota besar di Indonesia. Tujuannya untuk mengamati fenomena unik perubahan perilaku konsumen akibat layanan online food delivery services berbasis aplikasi ini. Ternyata hasilnya cukup mengesankan, melihat begitu cepatnya sebuah tren berkembang, baik dari tren makanan, bisnis kreatif, sampai para konsumennya.
1. Anak muda jadi pasar besar layanan pesan antar makanan
Inovasi terus dilakukan, sistem berdagang baru bermunculan, sedangkan teknologi selalu mengalami kemajuan. Bicara soal ini, anak muda tentu saja menjadi yang lebih dekat dengan kecanggihan teknologi dan kemajuan internet. Gak heran kalau pengguna online delivery services mayoritas berasal dari kalangan millennials.
Paling tidak mereka memesan makanan via aplikasi pesan antar satu kali dalam sepekan, dengan menghabiskan bujet sekitar Rp50-150 ribu. Tapi uniknya, sebanyak 44,2 persen dari mereka berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa yang justru belum memiliki penghasilan sendiri.
Seperti pengalaman Adinda Puteri Ningtyas, mahasiswa di Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, yang kerap memesan sego sambel (nasi sambal) dan makanan di warung-warung kecil. "Pakai duit bulanan yang dikasih mama, sekali pesan ongkirnya (ongkos kirim) Rp4.000-5.000 ribu," kata mahasiswa jurusan Fakultas Teknologi Pertanian itu.