Kabar tentang perseteruan publik figur dengan anak atau orangtua memang bukan hal baru. Namun, bila bisa dirangkum, perselisihan anak dan orangtua yang jadi konsumsi publik lebih banyak melibatkan sesama perempuan, yakni ibu dan anak perempuannya. Mengapa?
Ada tulisan menarik dari Shrier dkk. berjudul "Adult Mother-Daughter Relationships: A Review of the Theoretical and Research Literature" dalam Journal of the American Academy of Psychoanalysis and Dynamic Psychiatry. Mereka merangkum dan mengulas beberapa riset soal hubungan kompleks (antara cinta dan benci) ibu dan anak perempuannya. Kompleksitas yang bermuara pada konflik itu ternyata bisa bersumber pada satu sebab: opresi.
Opresi atau kekerasan kejam dan tidak adil terhadap perempuan ini membekas dan diteruskan ibu pada anak perempuannya sendiri. Opresi ini bisa berupa misogini dan diskriminasi peran gender yang membuat ibu dan anak perempuan dapat tanggung jawab lebih besar di ranah domestik, tetapi dibatasi gerak-geriknya di ruang publik. Ini bisa pula berupa kemarahan dan rasa kecewa yang muncul dari anak perempuan karena melihat ibu mereka jadi korban opresi. Namun, ia memilih tidak melawan atau berperilaku lain.
Kasus psikoanalisis macam ini jelas tak heran jadi topik menarik buat para pekerja kreatif. Sudah banyak produk seni yang membahas relasi rumit ibu dan anak perempuan, termasuk film. Relevan dan bisa jadi bahan refleksi, berikut rekomendasinya buatmu.