14 Film Original Netflix Terburuk Menurut Penonton dan Kritikus 

Sepasang suami istri berencana melakukan liburan ke Eropa. Mereka pun berangkat dan di sana bertemu seorang milioner bernama Quince. Saat Quince ditemukan terbunuh, mereka berdua diduga kuat sebagai tersangka utama. 

Film Adam Sandler ini lagi-lagi mengecewakan penonton. Dialog yang cringe dan humor yang garing, film ini bukan salah satu yang layak masuk daftar wajib tontonmu. 

Gagal memukau, Tall Girl pun menambah daftar panjang film rom-com Netflix terburuk. Mendapuk banyak pendatang baru, Netflix terkesan hanya melihat tampang tanpa mempertimbangkan bakat akting para cast-nya. Banyak penonton yang menganggap hanya Sabrina Carpenter dan Griffin Gluck yang tampil maksimal. 

Selain masalah cast, film ini dianggap terlalu melebih-lebihkan insekuritas remaja dengan tubuh bongsor yang pada dasarnya cukup awam di Amerika Serikat. Banyak juga adegan cringeworthy yang bikin penonton mengerutkan dahi. 

Sepertinya formula mendapuk beberapa aktor yang punya fanbase besar masih dilakoni Netflix untuk meramu film drama remaja mereka. Sayangnya, ini pula yang jadi blunder, sebab film The Perfect Date pun sukses bikin penonton kecewa. 

Dibandingkan kualitas film rom-com buatan rumah produksi lain, film ini jadi terkesan hanya indah di mata, tapi tak berkesan dari segi cerita.

Seorang pria merasa ia telah menemukan gadis impiannya, tetapi ia justru terjebak dalam friendzone selama beberapa tahun berikutnya. Hingga suatu hari, ia mendapat kesempatan untuk kembali ke malam pertama ia bertemu dengan si gadis untuk mengubah nasibnya. 

Premisnya terdengar sangat klise dan sudah sering dipakai di berbagai film rom-com. Tak ada nilai plus dari film ini bahkan dari segi humor sekalipun. 

Kali ini dengan sebuah kisah nyata yang sebenarnya punya potensi besar, Netflik kembali membuang peluang emasnya. Madalyn Murray O'Hair adalah seorang aktivis agnostik asal Amerika Serikat. Cukup vokal, ide-idenya sering jadi senjata makan tuan membuatnya dibenci seantero negeri. 

Aktor Melissa Leo didapuk memerankan Madalyn. Sebenarnya tak ada yang salah dengan Melissa, ia tampil apik. Sayangnya, tim makeup artist dan kostum di film ini benar-benar kurang optimal menggubah para karakternya semirip mungkin dengan tokoh aslinya. Ceritanya pun kurang mendalam, kamu seperti melihat visualisasi biografi Madalyn yang dikutip dari laman Wikipedia.

Berlatar sebuah kota modern di masa depan, tinggalah Peter dan keluarganya yang harus bertahan menghadapi serangan makhluk asing. Kota mulai hancur perlahan dan mereka terus bertahan hingga titik penghabisan. 

Sejak awal, plot ini tidak menyuguhkan sesuatu yang baru. Apalagi tak ada yang spesial hingga lima belas menit terakhir film, di mana barulah sebuah plot twist menyelamatkan film ini dari kehampaan. Jika punya waktu luang cukup banyak dan kuat menontonnya tanpa ngantuk, bolehlah film ini kamu coba tonton.

Ratingnya tergolong sangat rendah untuk sebuah film yang sebenarnya sudah punya nama. Death Note diambil dari sebuah judul manga yang laris manis di pasaran. Film live-action buatan Jepangnya pun cukup disukai.

Sayangnya, Netflix yang mencoba membuat versi Baratnya malah kelabakan. Banyak yang setuju kalau film ini harusnya tak perlu dibuat. Jahat juga, sih.

Ceritanya tentang seorang fotografer yang diwarisi sebuah kalender kuno. Bukan kalender biasa, ia bisa memprediksi masa depan. Memang ditujukan sebagai film liburan, ia pun dikemas dalam cerita yang ringan. Prediksi yang diinginkannya tentu masalah asmara. 

Chemistry dua aktornya masih terlihat tak natural, meski sebenarnya jalan ceritanya cukup potensial. 

Dianggap seperti perpaduan A Quiet Place dan Bird Box, film ini pun mengisahkan keluarga yang berusaha menyelamatkan diri dari kejaran makhluk asing. Lengkap dengan karakter gadis tuli dan makhluk yang memburu mangsanya lewat suara, film ini tak banyak menawarkan perbedaan yang lebih baik dibanding pendahulunya. 

Padahal sebenarnya film ini diangkat dari sebuah novel yang terbit di tahun 2015, beberapa tahun sebelum dua film yang sukses duluan tersebut.

Jennifer diserang saat hari pernikahannya, membuatnya kehilangan sebagian besar memorinya. Saat akhirnya diperbolehkan pulang, ia pun dijemput sang suami. Namun, ada yang aneh dengan suami barunya. Sudah tertebak sih, si pria yang mengaku suami sepertinya punya rahasia yang disembunyikan dari Jennifer. 

Banyak detail yang terlewatkan dan plot hole yang terlalu jelas, tak mengejutkan kalau ini masuk daftar film Netflix Original terburuk yang pernah dirilis. 

Punya potensi besar, film yang dibintangi Will Smith ini malah dibenci dan dihujat habis-habisan oleh para kritikus. Meski sebenarnya sebagian pemirsa cukup suka dengan jalan ceritanya.

Bright seyogyanya punya makna yang baik dalam mempromosikan keberagaman lewat perumpamaan kehidupan rukun manusia, makhluk fantasi, dan entitas ilmiah lainnya. Sayangnya naskahnya tak seberapa kuat. Bagian tengah filmnya terlalu membosankan, konfliknya pun kurang didalami. 

Hendak mengekor film-film Spielberg yang menggunakan remaja sebagai tokoh utama dalam film sci-fi, Rim of the World justru dianggap gagal total. Cerita dimulai dengan kepergian empat remaja untuk berkemah. Di tengah momen berkemah mereka, sekelompok alien datang menginvasi bumi. 

Tak bisa meminta bantuan siapa-siapa, mereka pun berusaha bekerja sama untuk menghentikan proses invasi tersebut. Ide cerita pas-pasan, plot hole terlalu banyak, dan tentunya akting yang di bawah standar, tidak banyak yang bisa kamu harapkan dari film Netflix Original ini. 

Sempat masuk dalam Sundance Festival, nyatanya hanya kurang dari separuh penonton dan kritikus yang terkesima dengan jalan cerita film ini. Robert Redford memerankan seorang ilmuwan yang berhasil menemukan bukti bahwa akhirat itu ada. Ia kemudian ditantang oleh putranya sendiri dan seorang perempuan yang entah karena alasan apa ingin tahu lebih lanjut tentang penemuan tersebut. 

Tampak menjanjikan, tetapi eksekusinya dianggap kurang memuaskan. Plotnya gagal menyajikan premis keren yang sudah bikin audiens penasaran sebelum menonton. 

Premisnya tentang sekelompok anak muda yang baru saja lulus SMA dan hendak memanfaatkan sisa waktu liburan musim panas mereka untuk mencari pengalaman baru. 

Tak jauh beda dengan beberapa film drama remaja milik Netflix, film ini dianggap gagal memenuhi ekspektasi. Banyak yang menganggap hanya Maia Mitchell yang tampil baik, sementara performa cast lainnya standar saja. Belum lagi alur ceritanya terlalu dipaksakan, membuatnya seperti potongan video yang dipotong dan disambung jadi satu. 

Bisa dibilang Netflix memang punya kualitas sinematografi yang baik, tetapi terkadang film mereka tidak digarap serius dengan naskah yang acak-acakan. Ini jadi bukti bahwa distributor atau rumah produksi keren belum tentu menjamin kualitas suatu film.