cuplikan film Thaghut (dok. Leo Pictures/Thaghut)
Film ini juga mengangkat isu yang sensitif dalam konteks tradisi dan agama. Dalam salah satu momen, Bagas (Arbani Yasiz), teman Ainun, berniat mengajak warga desa untuk salat dengan mengumandangkan azan. Namun, niatnya ditolak oleh Lingga yang meminta agar tradisi desanya dihormati. Meski demikian, azan yang dilakukan Bagas ternyata membantu mengusir pengaruh jahat dari ajaran sesat yang beredar di desa tersebut.
Momen ini memberikan pesan bahwa kita perlu bijak menyeimbangkan antara tradisi dan agama. Kita sebaiknya berani mempertanyakan norma yang ada jika bertentangan dengan prinsip-prinsip agama, sehingga dapat menciptakan harmoni antara keduanya. Meskipun tradisi dapat berubah seiring perkembangan zaman, nilai-nilai agama tetaplah abadi. Misalnya, dalam pernikahan Islam, ritual akad nikah tetap dilakukan, namun elemen budaya lokal seperti pakaian tradisional dan makanan khas juga dapat dimasukkan, menciptakan perayaan yang kaya makna. Selain itu, tradisi memberi zakat dan sedekah kini beradaptasi dengan teknologi modern, membuktikan bahwa meskipun cara berbagi dapat berubah, tetapi nilai membantu sesama tetap terjaga.
Secara garis besar, pesan moral dari film Thaghut adalah mengajak penonton untuk bijak dalam memilih panutan serta ajaran dalam beragama. Dalam konteks film Thaghut, salah satu hal penting adalah memilih guru yang tepat untuk membantu kita memahami nilai-nilai agama dan membimbing ke arah lebih baik. Pemilihan guru agama bukan hanya berdasarkan citra kemampuan mereka, tetapi juga pada integritas dan pemahaman mereka terhadap ajaran agama yang sebenarnya. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, kita dapat memastikan bimbingan yang kita terima sejalan dengan nilai-nilai yang kita yakini. Nah, menurut kamu, seberapa penting sih memilih guru agama yang tepat?