Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret Piyu Padi Reborn dan Syarifuddin dalam press conference yang berlangsung di Veranda Hotel Pakubowono, Jakarta, Kamis (18/9/2025)
potret Piyu Padi Reborn dan Syarifuddin dalam press conference yang berlangsung di Veranda Hotel Pakubowono, Jakarta, Kamis (18/9/2025) (dok. IDN Times/Rani Asnurida)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Imipas) RI mengadakan Focus Group Discussion (FGD) Koordinasi dan Sinkronisasi Regulasi dan Kebijakan dalam Tata Kelola Royalti Nasional.

Berlangsung pada Kamis (18/9/2025), kegiatan ini bertujuan untuk membahas beberapa masalah terkait tata kelola royalti musik, khususnya dari sudut pandang pencipta lagu yang diwakili oleh Satrio Yudi Wahono atau Piyu Padi Reborn. Sebagai Ketua Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI), Piyu memaparkan beberapa poin penting yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam revisi Undang-Undang Hak Cipta. Apa saja? Simak berita selengkapnya di bawah ini.

1. Usulkan agar konser atau pertunjukan langsung dipisahkan dari layanan publik

potret Piyu Padi Reborn dan Syarifuddin dalam press conference yang berlangsung di Veranda Hotel Pakubowono, Jakarta, Kamis (18/9/2025) (dok. IDN Times/Rani Asnurida)

Dalam press conference yang berlangsung di Veranda Hotel Pakubuwono, Jakarta, Kamis (18/9/2025), Piyu mengungkap bahwa AKSI telah mengajukan usulan untuk dimasukkan ke dalam revisi Undang-undang Hak Cipta. Salah satunya adalah memisahkan konser musik dari layanan publik.

“Kita ingin di dalam Undang-undang Hak Cipta ini, kita hanya ingin memasukkan bahwa konser musik atau live event jangan dijadikan satu dengan layanan publik,” kata Piyu yang saat itu duduk bersama Asisten Deputi Koordinasi Pemanfaatan, Pemberdayaan, dan Pelindungan Kekayaan Intelektual, Syarifuddin.

Menurut Piyu, konser dan pertunjukan langsung tidak seharusnya disamakan dengan penggunaan musik di tempat-tempat seperti hotel, restoran, atau kafe, karena terdapat perbedaan dalam cara penggunaan musik itu sendiri.

“Konser itu bukan layanan publik, tapi lebih kepada kontrak antara promotor atau CEO dengan artisnya. Jadi yang menggunakan adalah artis dan promotornya. Ini yang harus kita bedakan. Tapi kalau di cafe, itu adalah menggunakan karya dari master yang sudah ada dengan diputarkan saja,” lanjutnya.

2. Diperlukan untuk memperkuat argumentasi pencipta lagu soal pembahasan royalti

potret Piyu Padi Reborn dan Syarifuddin dalam press conference yang berlangsung di Veranda Hotel Pakubowono, Jakarta, Kamis (18/9/2025) (dok. IDN Times/Rani Asnurida)

Piyu berharap, usulan soal memisahkan konser musik dari layanan publik ini bisa diterima agar para pencipta lagu memiliki argumentasi yang kuat terkait pembahasan royalti yang belakangan menjadi polemik.

“Mudah-mudahan ini bisa jadikan landasan untuk dimasukkan sebagai rumusan usulan kepada DPR. Supaya ini juga bisa memperkuat argumentasi kami sebagai pencipta lagu bahwa perlu adanya sebuah ketegasan agar tidak terjadi kerancuan pemikiran, kerancuan pemahaman terhadap pembahasan tentang royalti ini.”

3. Usulkan agar lisensi dilakukan sebelum pertunjukan dimulai

potret Piyu Padi Reborn dan Syarifuddin dalam press conference yang berlangsung di Veranda Hotel Pakubowono, Jakarta, Kamis (18/9/2025) (dok. IDN Times/Rani Asnurida)

Soroti hak-hak pencipta lagu yang menurutnya sering kali dikesampingkan dalam konser musik, di mana riders artis selalu diutamakan daripada pencipta lagu, Piyu yang mewakili AKSI juga mengusulkan agar lisensi dilakukan sebelum pertunjukan dimulai.

“Kita pengin dimasukkan dalam revisi bahwa izin lisensi harus dilakukan sebelum pertunjukan dimulai. Jadi sebelum penyanyi tampil, kan penyanyi ada DP yang harus dibayar, biasanya mereka H-1 udah harus beres semua, DP sebulan sebelumnya, H-1 udah beres. Nah, demikian juga dengan pencipta, lisensi juga sebelum lagu ditampilkan, sebelum nyanyi, sebelum show, izin udah harus diselesaikan dan juga udah harus dibayar sebelum pertunjukan,” tutur Piyu.

Piyu melanjutkan “Tidak seperti yang aturan sekarang, yang diatur dalam SK Kumham tahun 2016, ini sudah kedaluwarsa karena tidak pernah ada perubahan, tidak pernah ada revisi terhadap SK Kumham, yaitu royalti itu dikumpulkan setelah konser, dan dibayarkan 6 bulan kemudian oleh LMKN. Padahal, penciptanya bisa jadi dia sudah berharap di hari itu bisa mendapatkan, tapi tidak pernah mendapatkan, itu yang terjadi.”

Dalam kesempatannya, Piyu juga menjelaskan bahwa pihaknya menargetkan agar permasalahan ini bisa selesai dalam dua bulan ke depan.

Editorial Team