It Follows (dok. Two Flints/It Follows)
Untuk menghasilkan adegan jump scare yang mengerikan dan tidak terlihat murahan, ada beberapa teknik yang digunakan oleh para pembuat film yakni timing, withholding information, the sting, dan misdirection.
Waktu bisa menjadi senjata utama menciptakan adegan jump scare yang elegan. Direkam dalam single tracking shot, teknik merekam adegan di mana kamera mendekati atau menjauhi objek, berdurasi panjang mampu membuat proses antisipasinya terasa jauh lebih mengerikan dari jumpscare itu sendiri.
Seperti dalam The Shining, kamera mengikuti Dick Halloran menyusuri lorong untuk mencari tahu apakah ada orang atau tidak di hotel tersebut. Direkam dalam long shot berdurasi lebih dari satu menit, kita dihadapkan pada belasan bahkan puluhan hal buruk yang dapat terjadi pada Halloran jika tidak segera keluar dari bangunan hotel.
Ketika hal buruk itu terjadi, saat Jack menyerang Halloran secara brutal, kita sebagai penonton tidak terlalu terkejut. Justru teror ketika mengikuti Halloran terasa jauh lebih nyata dan mengerikan.
Teknik ini membuat sesuatu terlihat kabur menjadi elemen penting dalam adegan jump scare. Pada umumnya, adegan akan diambil dalam wide shot, di mana mencakup hampir seluruh bagian dari latar adegan tersebut. Di sinilah para pembuat film akan bermain dengan apa yang bisa kita lihat dan apa yang tidak bisa kita lihat, membuat penonton gelisah dan bertanya-tanya dari arah mana terornya akan datang.
Withholding information sendiri sangat sempurna digunakan dalam film horor yang mengusung konsep found footage. Dengan sudut pandang terbatas membuat adegannya terasa lebih mencekam. Adegan yang terkesan goyah dan direkam secara close-up pada setiap objek membuat kita sebagai penonton kesulitan melihat situasi di sekitar latar adegan. Adegan jumpscare dapat dihasilkan dengan sangat apik bahkan hanya dengan menggunakan gerakan kamera yang kecil seperti dalam film The Blair Witch.
Bukan adegan jumpscare namanya jika tidak disertai suara keras dan sarat akan teror. The Sting biasanya dibuat dari musik instrumental dengan nada yang tinggi.
Disandingkan dengan adegan yang dibangun dalam atmosfer sunyi tentu membuat penonton yang semula fokus pada adegan seketika terlonjak dengan kejutan suara menggelegar yang memekakan telinga. Sebut saja adegan loteng di Sinister, adegan cermin di Woman in Black, hingga kemunculan Jennifer dari antah-berantah di Jennifer’s Body.
Mematahkan ekspektasi penonton adalah cara terbaik dalam membuat adegan jump scare yang ikonik. Adegan tersebut akan dibangun dengan memaksa kita fokus pada satu hal yang berpotensi besar menjadi ancaman hingga lupa untuk mengecek tempat-tempat lain yang sama-sama dapat menjadi sumber teror.
Seperti dalam film The Sixth Sense, kita terlalu penasaran dengan apa yang membuat hiasan bunga di kamar Cole bisa bergerak sendiri dan dibuat terkejut dengan kehadiran tangan misterius dari bawah tempat tidur.
Fake out atau memalsukan jump scare dikenal ampuh menghadirkan teror yang ikonik. Seperti dalam It Follows, Jay yang ketakutan memohon dan meyakinkan teman sekamarnya kalau orang yang mengetuk pintu kamarnya adalah sosok mengerikan yang tengah menghantuinya.
Namun, ketika pintunya dibuka, kita diperlihatkan pada Kelly, teman Jay yang lain. Kemudian, hal tersebut segera dipatahkan dengan kemunculan sosok mengerikan yang tiba-tiba tepat di belakang Kelly.
Menjelma sebagai hal yang lumrah dalam film horor tidak membuat adegan jumpscare kehilangan pamornya. Jump scare tetap menjadi primadona dalam menghadirkan teror yang mengerikan lewat modifikasi dan inovasi yang eksperimental, orisinal dan terasa segar dari kalangan sineas muda.