Kamu akan jauh lebih ngos-ngosan saat menonton Sebelum Iblis Menjemput dibanding Kafir karena sejak awal penonton sepertinya tidak diberikan waktu istirahat sejenak untuk menarik nafas. Ini berbanding terbalik dengan Kafir yang berhasil mempermainkan emosi penontonnya karena dinamika yang stabil. Sebentar dibikin takut, sebentar dibikin penasaran, sisanya sedih dan kasihan. Dalam hal ini, dua film ini punya ciri khasnya sendiri-sendiri dan berhasil mempertahankannya sampai akhir.
Keduanya memiliki keunggulan dan plot hole nya masing-masing. Ya, memang mereka sama dalam hal tema yang merupakan persekutuan dengan setan, boneka santet dan dukun. Unsur-unsur lain seperti lagu tema jadul, rumah dan pakaian zaman dulu Kafir dan Sebelum Iblis Menjemput bisa dibilang memang sama. Intinya, Kafir unggul masalah premis sedangkan Sebelum Iblis Menjemput unggul dalam hal eksekusi.
Ending cerita, keduanya mengalami kejanggalannya sendiri-sendiri. Kafir fokus pada open plot dan menggantung, agak aneh juga dengan ketidakjelasan tiga anggota keluarga yang menatap sunset di tebing. Sedangkan Sebelum Iblis Menjemput memilih ending close plot yang ‘terlalu selesai’ dan jadi tidak memuaskan. Jadi kalau ditanya, Kafir atau Sebelum Iblis Menjemput? Jawabannya kembali lagi soal selera.
Dua film ini punya keunikannya sendiri yang perlu kamu buktikan dengan menontonnya langsung di bioskop. Dengan begitu, kamu bisa membandingkan apa yang perlu diperbaiki oleh keduanya. Dukung terus perfilman Indonesia, ya!