Adegan dalam film 1 Kakak 7 Ponakan saat berlibur ke pantai (Dok. Mandela Pictures)
Penyutradaraan dan penyuntingan gambar menjadi sorotan penting. Jika bukan disutradarai oleh Yandy Laurens, kesederhanaan sekaligus kekayaan emosi dari cerita ini mungkin akan disampaikan dengan cheesy dan berlalu begitu saja seperti keju palsu. Namun, semua pengadeganan dan momen dramatis di film ini disajikan dengan porsi yang cukup, tidak dipaksakan, dan tidak berlebihan.
Jika kita melihat penyuntingan gambarnya, Yandy dengan jeli menyimpan dan menahan adegan-adegan klimaks atau istilahnya, golden scene. Ketika biasanya di babak klimaks film-film sejenis, kita akan melihat adegan sedih yang diiringi tangisan bertubi-tubi, nyatanya di film ini kita tidak akan menemukan itu.
Persis di babak ketiga film, ketika penonton dibawa untuk berekspektasi akan ada sebuah pelukan haru antara Moko dan ponakan-ponakannya, tetapi yang terjadi adegan itu justru ditahan dan penonton diajak berpindah ke adegan lain. Begitu seterusnya, Yandy menyimpan semua gold scene hingga hampir menuju ending dari filmnya. Pada akhirnya, pelukan yang tertunda itu perlahan kembali sebagai sebuah flashback yang diulang satu per satu, datang sebagai klimaks dan pelukan hangat untuk kita semua.