Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
poster film Zootopia 2
poster film Zootopia 2 (dok. Walt Disney Animation Studios/Zootopia 2)

Intinya sih...

  • Zootopia 2 kembali ke bioskop Indonesia setelah 9 tahun, dengan skor tinggi di Rotten Tomatoes.

  • Film animasi anti-diskriminasi lainnya seperti Mulan, Ernest & Celestine, dan The Iron Giant juga layak ditonton.

  • Wolfwalkers dan Elemental juga menawarkan pesan anti-diskriminasi yang kuat lewat cerita yang indah dan bermakna.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Berjarak 9 tahun dari film pertamanya, Zootopia 2 akhirnya kembali menghiasi bioskop Indonesia pada Rabu (26/11/2025). Kali ini, duo kelinci dan rubah kesayangan fans, Judy dan Nick, terseret dalam kasus baru yang melibatkan kemunculan misterius seekor ular berbisa di kota yang selama ini hanya dihuni mamalia tersebut. Kehadirannya disambut hangat, terbukti dari skor tinggi sebesar 93 persen yang didapatnya di Rotten Tomatoes.

Penerimaan positif tersebut bukan tanpa alasan. Sejak awal, waralaba ini dikenal berani membahas isu-isu sosial, termasuk soal diskriminasi, lewat kisah yang tampak ringan, tapi penuh makna. Sekuelnya pun kembali menekankan pesan krusial itu lewat pengungkapan sejarah kelam Zootopia yang selama ini menyingkirkan para reptil demi kepentingan kelompok tertentu.

Kalau kamu suka cara Zootopia menyelipkan alegori sosial dalam balutan petualangan yang menghibur, ada lima rekomendasi film animasi bertema anti-diskriminasi lainnya yang juga wajib kamu lirik. Dijamin gak kalah seru dan menginspirasi!

1. Mulan (1998)

adegan dalam film Mulan (dok. Walt Disney Animation Studios/Mulan)

Mulan jadi salah satu judul yang langsung terlintas ketika bicara soal film animasi yang mengusung pesan anti-diskriminasi. Ceritanya berfokus pada Fa Mulan, gadis muda yang hidup dalam budaya ketat soal peran gender. Ketika Kaisar mengumumkan wajib militer dan sang ayah yang sudah renta tetap bersiap berangkat, Mulan mengambil keputusan besar demi menyelamatkannya. Ia menyamar jadi cowok bernama “Ping”, bergabung dengan pasukan, dan memulai perjalanan yang mengubah hidupnya.

Isu tentang diskriminasi dari film animasi Disney ini terlihat jelas ketika identitas Mulan akhirnya terbongkar. Ia langsung dicoret dari pasukan, padahal kontribusinya pada strategi perang begitu besar. Namun, alur cerita membawanya bangkit lebih kuat, menemukan kembali tekadnya, dan meyakinkan orang-orang bahwa kemampuan gak seharusnya ditentukan oleh label gender.

2. Ernest & Celestine (2012)

adegan dalam film Ernest & Celestine (dok. La Parti Productions/Ernest & Celestine)

Eropa juga punya film animasi yang gak kalah kuat dalam menyuarakan pesan anti-diskriminasi, yakni Ernest & Celestine. Film garapan Prancis dan Belgia ini menghadirkan kisah persahabatan unik antara Ernest dan Celestine, beruang dan tikus yang hidup di dunia penuh prasangka. Layaknya Zootopia, Ernest & Celestine gak cuma punya protagonis hewan antropomorfik, tapi juga menegaskan betapa diskriminasi bisa tumbuh kuat ketika masyarakat memelihara ketakutan dan stereotip.

Sejak kecil, Celestine selalu dicekoki dongeng horor tentang beruang jahat yang tinggal di permukaan bumi. Konflik dimulai ketika tikus kecil tersebut terjebak di tong sampah dan bertemu Ernest, yang ternyata jauh dari gambaran menakutkan yang pernah didengarnya. Ikatan tak terduga pun terbentuk, di mana mereka mulai berbagi impian, walau akhirnya harus jadi buronan polisi yang terlanjur syok dengan hubungan lintas spesies ini.

3. The Iron Giant (1999)

adegan dalam film The Iron Giant (dok. Warner Bros. Animation/The Iron Giant)

Selanjutnya, ada The Iron Giant yang awalnya kurang dapat sambutan saat dirilis, tapi kini jadi film kultus yang dicintai banyak orang. Film ini berlatarkan Amerika tahun 1957, ketika paranoia Perang Dingin bikin masyarakat mudah curiga terhadap apa pun yang dianggap asing.

Kisah The Iron Giant mengikuti Hogarth Hughes, bocah cerdas yang menemukan robot raksasa dari luar angkasa dan membangun pertemanan hangat dengannya. Namun, ancaman datang dari Kent Mansley, agen pemerintah yang terobsesi membuktikan kalau robot tersebut adalah ancaman.

Sebagai film bertema anti-diskriminasi, The Iron Giant soroti bagaimana ketakutan terhadap “yang berbeda” bisa berubah jadi kebencian yang membabi buta. Hogarth melihat potensi kebaikan dalam sang robot, sementara tokoh seperti Kent memilih bertindak berdasarkan prasangka tanpa bukti. Kontras ini membangun pesan kuat bahwa penerimaan dan keberanian untuk memahami adalah jembatan melawan diskriminasi.

4. Wolfwalkers (2020)

adegan dalam film Wolfwalkers (dok. Cartoon Saloon/Wolfwalkers)

Dibesut oleh Cartoon Saloon, studio di balik mahakarya macam The Secret of Kells dan Song of the Sea, Wolfwalkers sukses curi perhatian kritikus berkat animasinya yang memanjakan mata. Namun, lebih dari itu, film animasi ini mengandung pesan anti-diskriminasi yang kuat lewat kisah persahabatan dua gadis dari latar budaya yang bertolak belakang. Ditambah sentuhan magis khas folklore Irlandia yang diusungnya, Wolfwalkers suguhkan pengalaman sinematik yang indah, bermakna, sekaligus seru.

Berlatar 1650, ceritanya mengikuti Robyn, gadis Inggris yang ingin jadi pemburu seperti ayahnya. Ia pindah ke Irlandia yang tengah berada di bawah kekuasaan Lord Protector, tiran yang memandang hutan dan semua penghuninya sebagai ancaman yang harus dilenyapkan. Namun, segalanya berubah ketika Robyn nekat menjelajah hutan dan bertemu Mebh, gadis liar yang ternyata adalah makhluk jelmaan serigala alias "Wolfwalker".

5. Elemental (2023)

adegan dalam film Elemental (dok. Pixar Animation Studios/Elemental)

Daftar ini ditutup dengan Elemental, film animasi Pixar dengan world-building yang gak kalah memikat dari Zootopia. Film ini membawa penonton ke Element City, kota penuh warna tempat elemen api, air, tanah, dan udara hidup berdampingan, meski tetap terpisah oleh “batas” yang gak terlihat. Di pusat ceritanya ada Ember, gadis elemen api yang ambisius dan diharapkan dapat meneruskan bisnis keluarganya, serta Wade, pria elemen air yang cengeng, tapi berhati emas.

Elemental mengangkat isu diskriminasi lewat metafora empat elemen yang saling waspada dan dibesarkan dengan stereotip masing-masing. Komunitas api, misalnya, sering dianggap berbahaya, sehingga terpaksa menetap di wilayah yang terpinggirkan. Di sisi lain, hubungan Ember dan Wade juga hadirkan komentar manis sekaligus pedas tentang prasangka sosial, bias antarkelompok, serta keberanian memilih identitas sendiri di tengah tekanan keluarga.

Deretan judul di atas buktikan bahwa pesan anti-diskriminasi bisa dikemas dalam format animasi tanpa kehilangan daya hiburnya. Jadi, kalau kamu butuh tontonan yang gak cuma seru, tapi juga bikin mikir setelah Zootopia 2, lima film animasi ini jelas layak masuk daftar tontonan!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team