Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
poster film Closeness dan Leviathan
poster film Closeness dan Leviathan (dok. Kino Lorber/Closeness | dok. Pyramide International/Leviathan)

Intinya sih...

  • Perang dan kepedihan: Come and See (1984) dan The Ascent (1977) - Film antiperang berlatar Belarus pada Perang Dunia II - Memotret fakta bahwa hanya segelintir orang yang diuntungkan peperangan

  • Keluarga getir: The Return (2003) dan My Thoughts Are Silent (2019) - Membahas isu fatherless di Rusia dan relasi anak laki-laki dan ibu tunggalnya - Berlatarkan perjalanan anak dan orangtua serta bagaimana itu mengubah hubungan mereka

  • Budaya korupsi: Leviathan (2014) dan Two Prosecutors (2025) - Memotret kerakusan oligarki dan politisi di Rusia era modern - Menggambarkan jaksa jujur dip

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Uni Soviet memang tak lagi eksis, tetapi legasi dari entitas politik itu belum dan mungkin tak pernah hilang. Ini bisa kamu lihat dalam semesta sinematik mereka. Meski sudah tercerai berai dan jadi negara-negara independen, masih banyak film yang memotret warisan Soviet atau memakai era Soviet sebagai latar waktunya.

Butuh contoh konkretnya? Lima pasang film berikut bisa kamu tonton sebagai double feature sekaligus. Disusun berdasar kemiripan topik, sikat langsung!

1. Perang dan kepedihan: Come and See (1984) dan The Ascent (1977)

poster film Come and See dan The Ascent (dok. Criterion/Come and See | dok. Criterion/The Ascent)

Dibuat dua sineas yang juga suami istri, Come and See dan The Ascent adalah film yang sukses membawa pesan antiperang sebenarnya. Tak ada upaya romantisasi yang kerap dilakukan Hollywood dalam dua film ini.

Come and See dan The Ascent berlatar Belarus pada Perang Dunia II ketika Nazi berhasil masuk ke wilayah mereka, mengalahkan para pejuang partisan. Film berhasil memotret fakta bahwa hanya segelintir orang yang diuntungkan peperangan, sisanya korban.

2. Keluarga getir: The Return (2003) dan My Thoughts Are Silent (2019)

poster film The Return dan My Thoughts are Silent (dok. Kino Lorber/The Return | dok. Toy Cinema/My Thoughts are Silent)

Ingin nonton yang bertema keluarga? Coba The Return yang membahas isu fatherless di Rusia dan My Thoughts are Silent mengekor relasi anak laki-laki dan ibu tunggalnya. Kedua film ini berlatarkan perjalanan yang dilakukan anak dan orangtua serta bagaimana itu mengubah dan membentuk hubungan mereka.

My Thoughts are Silent lebih politis karena berlatar Ukraina dan membahas bagaimana pesimisnya anak muda di sana terhadap masa depan negara mereka. Sementara, The Return lebih berat ke thriller-psikologi, berfokus pada ayah yang berusaha mengajarkan nilai-nilai maskulin pada dua anak laki-lakinya, tetapi berakhir di luar dugaan.

3. Budaya korupsi: Leviathan (2014) dan Two Prosecutors (2025)

poster film Leviathan dan Two Prosecutors (dok. Pyramide Distribution/Leviathan | dok. Pyramide Distribution/Two Prosecutors)

Korupsi adalah isu yang sampai sekarang masih menghantui negara-negara eks-Soviet. Dua film berjudul Leviathan dan Two Prosecutors bisa jadi jalanmu melihat situasi tersebut. Leviathan berlatar Rusia era modern dan memotret kerakusan oligarki dan politisi. Sementara, Two Prosecutors akan membawamu ke era Soviet ketika sesosok jaksa jujur justru dipaksa menyingkirkan idealismenya demi keselamatannya sendiri.

4. Birokrasi menyebalkan: The Fool (2014) dan Donbass (2019)

poster film The Fool dan Donbass (dok. Rock Films/The Fool | dok. Unifrance/Donbass)

Gak hanya di Indonesia, birokrasi menyebalkan juga bisa ditemukan di negara-negara eks-Soviet. Dalam The Fool kamu akan ikut dalam perjalanan seorang tukang pipa yang menemukan kebocoran gas dan keretakan dinding di sebuah apartemen padat penghuni. Ia berupaya mengingatkan pengelola apartemen yang terhubung dengan pemerintah kota, tetapi laporannya tak direspons serius. Dilema menghantuinya, karena usia bangunan itu ia prediksi hanya 24 jam lagi.

Dalam Donbass, kita bakal menilik kehidupan rakyat sipil yang dirugikan perang berkepanjangan di Ukraina Timur. Termasuk beberapa adegan yang menyorot kecenderungan politisi memanfaatkan situasi tersebut untuk kepentingan mereka sendiri.

5. Etnik minoritas: Closeness (2017) dan Unclenching the Fists (2021)

poster film Closeness dan Unclenching the Fists (dok. Kino Lorber/Closeness | dok. MUBI/Unclenching the Fists)

Dengan wilayah seluas itu, gak heran kalau Uni Soviet adalah negara multietnik. Bahkan saat sudah pecah saja, masing-masing negara punya beberapa etnik sekaligus yang mendiami wilayah-wilayah tertentu. Nasib mereka beragam, tetapi tak sedikit yang jadi pesakitan.

Dalam Closeness kamu akan disuguhi pengalaman hidup orang-orang Yahudi di Nalchik, Rusia. Dalam Unclenching the Fists, kita bakal menyelami kehidupan perempuan muda asal kota pertambangan yang dihuni komunitas etnik minoritas Ossetia.

Beda dengan film Hollywood yang lebih optimistis, banyak yang beropini kalau film-film asal negara eks-Soviet cocok dimasukkan dalam kategori hopeless cinema. Elemen realisnya kuat, tetapi tak jarang dihiasi humor satir yang menampar jiwa. Film mana saja yang menggugah hatimu untuk segera ditonton?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team