Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
film Jurassic World Rebirth.
film Jurassic World Rebirth (dok. Universal Pictures/Jurassic World Rebirth)

Intinya sih...

  • Film-film 2025 paling mengecewakan karena tidak sesuai ekspektasi tinggi yang sudah terlanjur dibangun.

  • A Big Bold Beautiful Journey: Visual penuh warna dan konsep perjalanan lintas waktu, namun cerita bergerak tanpa arah jelas.

  • Mickey 17: Premis tentang manusia sekali pakai di luar angkasa terdengar seperti kritik sosial tajam, namun pesan film disampaikan terlalu gamblang.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Paruh pertama 2025 dipenuhi film-film dengan hype luar biasa. Nama sutradara besar, aktor papan atas, hingga konsep cerita yang terdengar ambisius membuat banyak penonton berharap akan mendapatkan pengalaman sinematik yang berkesan. Sayangnya, tidak semua janji di trailer dan materi promosi benar-benar terwujud di layar lebar.

Beberapa film justru terasa kosong, bertele-tele, atau gagal menyentuh emosi meski dibalut visual mahal dan ide yang tampaknya cerdas. Berikut ini adalah daftar film 2025 yang paling banyak dianggap mengecewakan karena tidak mampu memenuhi ekspektasi tinggi yang sudah terlanjur dibangun.

1. A Big Bold Beautiful Journey

film A Big Bold Beautiful Journey (dok. Sony Pictures/A Big Bold Beautiful Journey)

Film ini sempat terlihat menjanjikan berkat visual penuh warna dan konsep perjalanan lintas waktu yang manis. Ditambah lagi, nama Kogonada sebagai sutradara memberi kesan bahwa cerita personal dan emosional akan menjadi kekuatan utamanya. Dengan Margot Robbie dan Colin Farrell sebagai pemeran utama, banyak berharap film ini akan menjadi fantasi yang menyentuh.

Namun, alih-alih menggali ide besarnya, film ini justru bermain aman di permukaan. Cerita bergerak tanpa arah yang jelas dan dipenuhi pesan klise tentang masa lalu dan penyesalan. Alih-alih menyentuh sisi gelap emosi manusia, film ini terasa seperti meniru karya-karya klasik tanpa benar-benar memahami kedalaman maknanya.

2. Mickey 17

film Mickey 17 (dok. Warner Bros/Mickey 17)

Sebagai film terbaru Bong Joon-ho setelah kesuksesan Parasite (2019), ekspektasi terhadap Mickey 17 jelas melambung tinggi. Premis tentang manusia sekali pakai di luar angkasa terdengar seperti kritik sosial tajam yang dibalut fiksi ilmiah. Robert Pattinson juga terlihat pas memerankan karakter eksistensial yang terjebak sistem kejam.

Sayangnya, pesan film ini disampaikan terlalu gamblang dan berulang-ulang. Karakter utama dibuat terlalu lamban memahami penderitaannya sendiri sehingga membuat alur terasa melelahkan. Alih-alih menggugah pikiran, film ini justru terjebak dalam ceramah panjang yang kehilangan daya kejut.

3. Fountain of Youth

film Fountain of Youth (dok. Apple TV+/Fountain of Youth)

Guy Ritchie mencoba menghadirkan petualangan bergaya klasik dengan sentuhan modern lewat film ini. John Krasinski digambarkan sebagai pemburu artefak legendaris, sementara Natalie Portman berperan sebagai saudaranya yang skeptis. Secara konsep, film ini ingin menjadi tontonan ringan penuh aksi dan humor.

Namun eksekusinya terasa berantakan dan penuh dialog klise. Hubungan antar karakter justru membingungkan, terutama karena chemistry yang tidak sesuai dengan latar hubungan mereka. Alur cerita yang datar membuat film ini kehilangan daya tarik, bahkan untuk sekadar hiburan akhir pekan.

4. Jurassic World Rebirth

film Jurassic World Rebirth (dok. Universal Pictures/Jurassic World Rebirth)

Reboot ini sempat dipandang sebagai harapan baru bagi penggemar lama Jurassic Park. Dengan jajaran aktor ternama seperti Scarlett Johansson dan kembalinya penulis naskah film orisinal, banyak yang berharap film ini akan menghidupkan kembali rasa takjub terhadap dinosaurus. Secara teknis, film ini memang terlihat ambisius.

Sayangnya, naskah yang lemah menjadi masalah utama. Dialog terasa kaku dan karakter-karakternya sulit dipercaya sebagai manusia nyata. Ironisnya, di era CGI canggih, dunia dalam film ini justru terasa lebih palsu dibanding film pertama yang rilis puluhan tahun lalu.

5. The Phoenician Scheme

film The Phoenician Scheme (dok. TPS Prod./The Phoenician Scheme)

Wes Anderson kembali dengan gaya visual khas dan deretan aktor kelas atas. Secara estetika, film ini masih memanjakan mata dengan komposisi simetris dan palet warna unik. Premis tentang hubungan ayah dan anak dalam dunia bisnis gelap juga terdengar menarik di atas kertas.

Namun emosi yang seharusnya menjadi inti cerita terasa hilang. Karakter-karakter berbicara datar tanpa ekspresi, membuat penonton sulit peduli pada konflik yang ada. Di balik kemegahan visualnya, film ini terasa hampa dan kehilangan sentuhan hangat yang dulu menjadi ciri khas Anderson.

6. Eddington

film Eddington (dok. A24/Eddington)

Ari Aster dikenal lewat film-film yang berani dan mengganggu, sehingga Eddington terasa seperti proyek yang sangat potensial. Latar pandemi dan konflik politik lokal seharusnya bisa menjadi potret sosial yang tajam dan relevan. Ditambah lagi, kehadiran Joaquin Phoenix dan Pedro Pascal menaikkan daya tariknya.

Sayangnya, film ini terlalu menyederhanakan isu kompleks yang diangkat. Alih-alih menggali nuansa, cerita justru terasa menggurui dan penuh simbol yang terlalu literal. Ketegangan yang diharapkan berubah menjadi kelelahan emosional tanpa kepuasan yang sepadan.

7. The End

film The End (dok. NEON/The End)

Debut fiksi Joshua Oppenheimer ini patut diapresiasi dari sisi keberanian konsep. Sebuah musikal tentang akhir dunia dengan kritik terhadap elit global terdengar unik dan ambisius. Ide menghadirkan refleksi moral lewat lagu sebenarnya berpotensi kuat jika dieksekusi dengan tepat.

Namun durasi panjang dan struktur berulang membuat film ini terasa melelahkan. Pesan yang sama disampaikan berkali-kali tanpa perkembangan berarti, hingga kehilangan dampaknya. Alih-alih terasa menggugah, film ini lebih sering terasa pretensius dan terlalu sibuk mengagumi dirinya sendiri.

Film-film di atas membuktikan bahwa nama besar dan ide ambisius tidak selalu menjamin hasil yang memuaskan. Kadang, justru ekspektasi yang terlalu tinggi membuat kekecewaan terasa lebih tajam. Dari semua film tersebut, mana yang paling bikin kamu merasa “kok bisa begini?”

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team