6 Film tentang Ibu yang Nonkonvensional dan Memantik Diskusi

Motherhood atau momen menjadi ibu sering kali diglorifikasi berlebihan hingga melupakan unsur-unsur realismenya. Padahal, momen tersebut tidak selamanya menyenangkan. Banyak tantangan yang harus dihadapi untuk membesarkan anak, apalagi untuk ibu baru.
Terkadang orang juga terlalu fokus pada sosok ibu yang kemudian melupakan peran ayah. Alhasil, segala tekanan menghajar ibu seorang seakan mereka tak berhak berbagi beban dengan pasangannya.
Isu inilah yang coba diulik beberapa film tentang ibu berikut. Dengan pendekatan nonkonvensional, sinema berikut bisa jadi bahan diskusi yang menarik guna menemukan kembali definisi motherhood yang sesuai kenyataan.
1. Mommy (2014)
Mommy berlatarkan di Quebec, Kanada, tempat seorang ibu (Diane) dengan anak laki-lakinya (Steve) yang mengidap ADHD tinggal. Dengan usianya yang beranjak remaja serta kondisi psikologi khususnya, Steve semakin tak bisa ditebak dan dikendalikan. Ia dikeluarkan dari sekolah karena pelanggaran berat dan akhirnya belajar dari rumah bersama sang ibu.
Dianggapnya mudah, ternyata Diane justru kewalahan sendiri. Tetangganya, Kyla, melakukan intervensi dan tak disangka membuahkan hasil. Film komedi satire garapan sutradara muda Xavier Dolan ini jauh dari upaya mengglorifikasi peran ibu dalam keluarga. Benar-benar realistis dan chaotic, tetapi justru ini yang jadi daya tariknya.
2. The Florida Project (2017)
The Florida Project juga menghadirkan sosok ibu yang tidak bisa dikategorikan sempurna. Dibuat dari sudut pandang gadis kecil bernama Moonie, kita akan diajak menyelami kehidupan keluarga yang jauh dari stabilitas.
Moonie tinggal bersama sang ibu, Halley, yang bekerja serabutan untuk bertahan hidup. Meski jauh dari kata ideal, Halley sebenarnya sosok ibu yang perhatian dan bertanggung jawab. Khas film indie, The Florida Project mengalir pelan tanpa konflik yang benar-benar kentara sampai dibocorkan menjelang akhir film.
3. Tully (2018)
Aktris versatile, Charlize Theron, memerankan karakter Marlo, perempuan yang baru saja melahirkan anak ketiganya. Beda dengan kedua anaknya yang lebih tua, anak ketiga ini hadir tanpa direncanakan.
Sesuai realitas, semua ibu pasti akan merasakan stres berat saat harus merawat bayi yang baru lahir. Ia akhirnya menyewa jasa seorang babysitter yang ternyata membawa perubahan besar dalam hidupnya. Jalan ceritanya tidak sesederhana kedengarannya, ada pelintiran alur yang membuat penonton tak habis pikir.
4. Farewell Amor (2020)
Farewell Amor tidak sepenuhnya fokus pada cerita seorang ibu. Kisah keluarga imigran asal Angola di New York ini dibagi dalam tiga perspektif berbeda, ayah, ibu, dan anak remaja mereka.
Tensi antara ibu dan anak perempuannya jadi salah satu aspek yang dapat porsi besar. Film ini dengan piawai mendemonstrasikan bagaimana konstruksi sosial dan represi pada perempuan memicu konflik antara ibu dan anak perempuannya. Sebuah fenomena yang awam kita temukan, bahkan alami sendiri, tetapi sering kali ditutupi karena dianggap aib.
5. Hold Me Tight (2021)
Aktris Luksemburg-Jerman, Vicky Krieps, didapuk jadi lakon dalam film garapan Mathieu Amalric ini. Ia memerankan seorang perempuan sekaligus ibu bernama Clarisse yang secara impulsif pergi meninggalkan keluarganya tanpa berpamitan.
Pilihan ibu untuk meninggalkan anak dan suaminya seringkali diiringi pandangan jahat dan merendahkan. Bandingkan persepsi masyarakat ketika itu dilakukan ayah atau laki-laki? Sangat berbeda, bukan? Isu inilah yang coba diangkat dalam film Hold Me Tight.
6. The Lost Daughter (2021)
Sama dengan Clarisse, Leda dalam film The Lost Daughter juga pergi meninggalkan keluarganya dan memilih untuk memberikan hak asuh anak-anaknya pada sang suami. Keputusan besar itu ia ambil saat usianya memasuki 30-an dan anak-anaknya masih sekolah di SD.
Hal ini membuatnya terus dihantui rasa bersalah yang akhirnya muncul kembali ketika ia bertemu dengan seorang ibu muda saat liburan di Yunani. Leda diperankan apik sekaligus oleh Olivia Colman (usia 50--60-an) dan Jessie Buckley (usia 20--30-an).
Isu-isu tentang pilihan nonkonvensional yang diambil seorang ibu seperti ini bisa jadi bahan diskusi yang menarik. Apakah persepsi kita tentang ibu dan motherhood sudah tepat atau justru kita perlu memperbaikinya dan menambahkan elemen-elemen realitas yang lebih banyak?