Gaung Sergei Iosvich Parajanov mungkin kurang terdengar di kalangan penikmat film. Namun tidak dikalangan sineas dan sejarawan. Karya-karyanya yang puitis dan sarat akan metafora dalam narasi non-linear membuat Parajanov dijuluki sebagai maestro sinema dari abad ke-20.
Parajanov menekuni bakatnya di sekolah film tertua di dunia, All-Union State Institute of Cinematography (V.G.I.K), di bawah didikan Igor Savchenko dan Oleksandr Dovzhenko. Usai lulus di tahun 1951, Parajanov gancang meniti karirnya dengan menggarap sejumlah film dokumenter. Lalu di tahun 1954, sineas berdarah Armenia ini memulai debutnya sebagai sutradara melalui Andriesh. Sejak saat itu ia menyutradarai film-film sesuai dengan doktrin realisme sosialis yang disetujui oleh pemerintah Soviet.
Kesuksesan Shadows of Forgotten Ancestors (1965) dan The Color of Pomegranates (1969) yang memberikan secercah harapan bagi bangsa Soviet menjadi titik balik dalam karir Parajanov sebagai pegiat film. Keduanya sukses memukau audiens internasional sekaligus membuat otoritas Soviet kalang kabut.
Akibat konsep poetic realism yang lekat dalam karya-karyanya dinilai tidak sesuai dengan ideologi komunisme, Parajanov hidup di bawah tekanan ekstrem. Pada tahun 1973, Parajanov ditangkap dan dipenjara atas sederet tuduhan tak berdasar termasuk homoseksualitas. Rekan sesama sineas meyakini jika tuduhan tersebut merupakan upaya untuk membungkamnya.
Sempat dicekal dan dilarang membuat film sejak dibebaskan pada tahun 1977, Parajanov kembali menyutradarai film di pertengahan 1980-an. Meninggalkan warisan sinematik yang tak lekang oleh waktu dan mempengaruhi perkembangan sinema modern.