Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
film About Dry Grasses
About Dry Grasses (dok. Criterion/About Dry Grasses)

Intinya sih...

  • Film-film seperti Scarface, About Dry Grasses, Ishq, Force Majeure, dan Fair Play membahas manifestasi ego lelaki secara mendalam.

  • Karakter pria dalam film-film tersebut mencerminkan maskulinitas tradisional, keserakahan, kekerasan, dan prioritas ego di atas segalanya.

  • Ego lelaki yang buruk dapat mengakibatkan konsekuensi fatal dan ekstrem, sehingga penting untuk meningkatkan literasi film sebagai bahan diskusi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semua manusia, tanpa pandang gendernya pasti punya ego. Ego ini punya tahapan perkembangan yang bisa dihitung dengan skala tertentu (rendah berarti paling egosentrik dan tinggi berarti lebih mudah beradaptasi) dan ternyata punya korelasi dengan gender. Dalam riset berjudul "Gender-related personality traits and ego development: Differential patterns for men and women" dalam jurnal Sex Roles yang terbit pada 1995, Bursik menemukan, orang-orang yang bisa menerima peran gender nontradisional punya level perkembangan ego yang lebih baik.

Lebih spesifik, pada responden pria, Bursik menemukan, level maskulinitas berbanding terbalik dengan tingkatan tahapan perkembangan ego. Itu mungkin yang menjelaskan mengapa manajemen ego yang buruk pada pria berkaitan erat dengan maskulinitas rapuh dan toksik.

Ini bukan masalah sepele. Dalam kasus tertentu, manifestasi ego lelaki bisa ekstrem dan fatal. Kasus pembunuhan bocah perempuan oleh teman lelaki yang cintanya ia tolak di serial Adolescence (2025) adalah salah satu contohnya. Meski tidak semua kasus seekstrem itu, ada baiknya kita mengenal lebih jauh isu ego lelaki lewat beberapa contoh menarik lain yang didemonstrasikan sejumlah film berikut.

1. Scarface (1983)

Scarface (dok. Universal Pictures/Scarface)

Scarface adalah kisah Tony Montana (Al Pacino), eksil asal Kuba yang hijrah ke Miami, Amerika Serikat. Seperti imigran pada umumnya, Tony memulai dari bawah. Ia bekerja jadi pencuci piring di sebuah restoran sampai akhirnya menemukan celah untuk meraup untung dan hidup nyaman lewat bisnis ilegal. Saat berada di atas awan, Tony mulai mengeksploitasi apa pun yang ada di depannya. Karakter Tony adalah cerminan maskulinitas tradisional: kuat, dominan, dan agresif.

Ia dikuasai keserakahan dan ego lelakinya sampai akhirnya tewas secara tragis. Sampai sekarang, Scarface masih dipuja karena relevansi dan kisah epiknya yang mungkin dianggap ideal buat sebagian penonton, terutama bagi orang-orang yang merasakan sendiri jadi seperti Tony: memulai dari bawah, diremehkan, dan tak punya apa-apa. Sayang, jarang yang melihat kisah tragisnya dari kacamata yang lebih berimbang, yakni ego yang terus dipelihara yang akhirnya mengantarnya kepada bencana.

2. About Dry Grasses (2023)

About Dry Grasses (dok. Criterion/About Dry Grasses)

Film Turki About Dry Grasses juga menggunakan ego lelaki sebagai trope utama. Cerita berakar dari si lakon, Samet (Deniz Celiloglu), guru seni yang mengajar di sebuah sekolah terpencil. Hidupnya lempeng, cenderung membosankan, sampai suatu hari seorang murid yang ia kenal menuduhnya melakukan tindakan asusila. Insiden ini mengubah segalanya.

Samet yang awalnya tampak tenang dan tertutup, ternyata menyimpan amarah dan kerapuhan. Reputasinya hancur, rasa irinya kepada salah satu rekan guru yang lebih muda dan asyik di mata murid-murid pun memburuk. Amarah atas cintanya yang ditolak perempuan pujaannya juga menyeruak. Semuanya membuat Samet diliputi keresahan dan rasa tak nyaman. Namun, Nuri Bilge Ceylan mengemas pergumulan batin Samet dengan rapi. Perlahan, pasif-agresif, tetapi jelas berakar dari maskulinitas rapuh dan egonya yang tersakiti.

3. Ishq (2019)

Ishq (dok. AVA Production/Ishq)

Ishq adalah salah satu film provokatif asal Malayalam. Ia berlakonkan sepasang kekasih bernama Sachi (Shane Nigam) dan Vasudha (Ann Sheetal). Suatu hari, saat menghabiskan waktu bersama, keduanya terpergok dua pria asing yang langsung mempersekusi mereka. Keduanya diancam akan dilaporkan kepada polisi agar diarak atau memilih menuruti apa yang mereka mau.

Selama beberapa waktu, momen mengganggu terjadi dan bahaya mengintai, terutama Vasudha selaku satu-satunya perempuan di sekuens itu. Perlahan, kita diperlihatkan bagaimana Sachi sebenarnya mewakili sebagian lelaki yang memprioritaskan ego di atas segalanya. Ia tidak benar-benar peduli kepada orang-orang di sekelilingnya, bahkan Vasudha sekalipun. Prioritasnya adalah kepentingannya sendiri yang kebetulan erat kaitannya dengan sang kekasih.

4. Force Majeure (2014)

Force Majeure (dok. Magnolia Pictures/Force Majeure)

Ego lelaki juga dieksplorasi dalam film nomine Oscar asal Swedia, Force Majeure. Film ini berfokus kepada pasutri dengan dua anak yang sedang berlibur di sebuah resor. Mereka menghabiskan waktu bersama layaknya keluarga harmonis sampai sebuah insiden terjadi dan mengubah dinamika relasi pasutri itu. Insiden yang dimaksud adalah fenomena longsornya bukit salju yang sempat bikin pengunjung resor panik.

Pada momen darurat itu, si suami, Tomas (Johannes Bah Kuhnke), justru melarikan diri tanpa memikirkan nasib anak dan istrinya, Ebba (Lisa Loven Kongsli). Ini bikin Ebba kecewa berat dan marah. Sebaliknya, Tomas sempat menyepelekan insiden itu dan berusaha membela diri. Ia bahkan mengajak salah satu rekannya untuk membela dirinya di hadapan sang istri. Momen itu justru bikin interaksi mereka makin canggung. Beda dengan film-film lain dalam daftar ini, Force Majeure dibuat dengan pendekatan satire yang kocak, tetapi juga memantik diskusi.

5. Fair Play (2023)

Fair Play (dok. Netflix/Fair Play)

Fair Play adalah film thriller erotik yang dibuat untuk menjelajahi dinamika relasi gender dan kaitannya dengan ego lelaki. Film ini berkutat pada sepasang kekasih bernama Emily (Phoebe Dynevor) dan Luke (Alden Ehrenreic) yang kebetulan bekerja di bidang yang sama. Namun, saat Emily berhasil menaiki tangga karier lebih dulu, Luke mulai mengalami krisis batin.

Iri dan tak terima dengan fakta itu, Luke terdorong melakukan hal ekstrem untuk meraih kembali dominasinya atas Emily. Fair Play adalah contoh ekstrem lain ketika ego lelaki mengalahkan akal sehat. Sudah nonton?

Lelaki dan manajemen ego yang buruk ternyata sudah sering dikembangkan jadi trope film. Formula yang berhasil, tetapi tak sedikit yang salah paham dan justru meromantisasinya. Sudah saatnya literasi film kita meningkat, nih. Jangan cuma menelan mentah-mentah sebuah cerita, mari dijadikan bahan diskusi!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team