Yang terbaru ada Dua Garis Biru yang ramai jadi perdebatan. Film karya Gina S. Noer ini bercerita tentang pasangan SMA Bima dan Dara yang sedang asik-asiknya dimabuk asmara.
Akibat kurangnya pemahaman terhadap pendidikan seks, keduanya pun khilaf dan melakukan hubungan pranikah. Dara hamil sehingga ia dan Bima dihadapkan pada konsekuensi berat yang harus ditanggung anak seumur mereka. Masalah ini tak hanya mempengaruhi hidup dan mimpi keduanya. Tetapi juga keluarga dan orang-orang di sekitar mereka.
Film ini dimaksudkan untuk memberi pemahaman tentang pentingnya pendidikan seks, dan risiko berat dari hubungan pranikah di usia belia, maupun pernikahan muda. Tak hanya fisik, namun mental juga harus memikul beban berat dari keteledoran ini.
Sudah kodrat bagi anak usia remaja untuk mulai tertarik kepada lawan jenis dan memikirkan tentang seks. Namun, pendidikan tentang hal tersebut masih dianggap tabu di tanah air. Jika dibiarkan, risiko dari kesalahpahaman ini bisa terjadi dan mengancam generasi muda.
Dua Garis Biru bukan yang pertama kalinya mengangkat masalah pergaulan pada remaja. Menutup mata atau berusaha membungkam isu yang diungkit film-film ini pun tak akan menghentikan masalah nyata yang benar-benar terjadi di masyarakat kita.
Film seperti Dua Garis Biru justru sebenarnya berusaha memberi wawasan tentang topik sensitif ini dengan cara lebih ringan, mudah diterima, namun tetap menyadarkan. Sayang sekali apabila film dengan insight seperti ini berusaha dibungkam.