Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
film Challengers (dok. MGM/Challengers)
film Challengers (dok. MGM/Challengers)

Intinya sih...

  • Tashi Donaldson – Challengers (2024)Tashi manipulatif dan egois, mengorbankan orang lain demi ambisinya sendiri.

  • Marianne Sheridan – Normal People (2020)Marianne terasa melelahkan dan sulit didekati, membuat hubungan menjadi tidak sehat.

  • Ferris Bueller – Ferris Bueller’s Day Off (1986)Ferris memaksa sahabatnya untuk ikut dalam petualangan gilanya tanpa peduli pada kondisi mentalnya.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Ada banyak karakter fiksi yang begitu disukai penonton hingga dianggap ikonik. Mereka muncul di poster-poster, jadi bahan meme, bahkan jadi inspirasi gaya hidup. Tapi kadang, di balik pesona dan karisma mereka, tersembunyi sifat dan tindakan yang sebenarnya gak bisa dimaafkan. Mereka bukan pahlawan, tapi kita tetap bersorak untuk mereka.

Beberapa karakter ini mungkin lucu, cerdas, atau penuh pesona, tapi kalau dilihat lebih jeli, mereka sering memanipulasi, menyakiti orang lain, atau bertindak egois tanpa rasa bersalah. Ini bukan soal membenci karakter favorit, melainkan menyadari bahwa kepopuleran tak selalu sejalan dengan moralitas. Jadi, siapa saja karakter fiksi yang diam-diam adalah orang yang menyebalkan?

1. Tashi Donaldson – Challengers (2024)

film Challengers (dok. MGM/Challengers)

Tashi Donaldson adalah karakter yang penuh pesona dan ambisi dalam film Challengers, yang sukses besar berkat tensi seksual dan dramanya yang intens di dunia tenis. Di permukaan, ia terlihat sebagai sosok kuat dan fokus pada karier, bahkan jadi favorit banyak penonton karena daya tarik misteriusnya. Namun kalau diperhatikan lebih dalam, Tashi bukanlah tokoh yang mudah disukai.

Segala pilihannya didasarkan pada obsesi terhadap tenis, bahkan sampai mengorbankan orang-orang di sekitarnya. Ia memanipulasi dan mendorong orang lain demi ambisinya sendiri, tanpa rasa empati yang jelas. Meski karismatik, Tashi terasa dingin dan nyaris tak punya sisi yang bisa membuat kita benar-benar bersimpati padanya.

2. Marianne Sheridan – Normal People (2020)

cuplikan serial Normal People (dok. BBC/Normal People)

Marianne mungkin terlihat sebagai karakter kompleks dalam drama romantis Normal People, apalagi hubungannya dengan Connell membuat banyak orang terhanyut. Namun di balik semua itu, Marianne justru terasa sangat melelahkan untuk diikuti. Sebagian besar kepribadiannya dibentuk oleh luka masa lalu, dan di luar trauma itu, ia seperti tak punya identitas yang jelas.

Alih-alih tampak mendalam, Marianne justru jatuh ke dalam stereotip karakter "unik tapi rusak" yang terlalu sering digunakan, terutama dalam karya-karya Sally Rooney. Ia sulit didekati, penuh kontradiksi, dan tak jarang justru membuat hubungan menjadi tidak sehat. Tidak semua kompleksitas berarti kualitas, dan karakter Marianne terasa terlalu dilebih-lebihkan.

3. Ferris Bueller – Ferris Bueller’s Day Off (1986)

cuplikan film Ferris Bueller’s Day Off (dok. Paramount Pictures/Ferris Bueller’s Day Off)

Ferris dikenal sebagai remaja keren dan bebas yang jadi idola banyak orang lewat gaya hidup santainya dalam Ferris Bueller’s Day Off. Tapi di balik gaya santai dan kelucuannya, dia sebenarnya teman yang buruk. Ia terus menerus memaksa sahabatnya, Cameron, untuk ikut dalam petualangan gilanya, walau Cameron sudah jelas merasa cemas dan tertekan.

Ferris tak peduli dengan kondisi mental sahabatnya, hanya peduli pada kesenangan pribadinya. Cameron, yang jelas butuh dukungan emosional, malah dimanfaatkan sebagai pelengkap dalam rencana bolos Ferris. Meski menyenangkan ditonton, Ferris adalah contoh jelas dari orang yang charming tapi sangat egois.

4. Joe Bradley – Roman Holiday (1953)

cuplikan film Roman Holiday (dok. Paramount Pictures/Roman Holiday)

Roman Holiday mungkin tampak seperti kisah cinta klasik yang manis, apalagi dengan pesona Audrey Hepburn sebagai putri kerajaan yang kabur sejenak dari kehidupannya. Tapi kalau kita lihat lebih kritis, karakter Joe Bradley yang diperankan Gregory Peck justru menyimpan sisi menjijikkan. Ia adalah jurnalis yang berniat mengekspos sang putri demi keuntungan pribadi.

Di balik senyum dan momen-momen romantis mereka, Joe menyimpan kamera tersembunyi, mengambil foto diam-diam, dan merencanakan penipuan. Lebih parah lagi, hubungan mereka diwarnai perbedaan usia besar dan isyarat eksploitasi seksual yang tidak nyaman. Karakter Joe bukan pahlawan romantis, tapi oportunis yang terlalu sering diromantisasi.

Tak semua karakter yang dicintai penonton adalah orang yang pantas dijadikan panutan. Kadang pesona dan popularitas mereka menutupi sikap egois, manipulatif, atau bahkan eksploitasi yang mereka lakukan dalam cerita. Setelah tahu sisi gelap mereka, apakah kamu masih akan melihat mereka dengan cara yang sama?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team