Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi layar televisi yang menampakkan serial The Queen Gambit produksi Netflix
ilustrasi layar televisi yang menampakkan serial The Queen Gambit produksi Netflix (Pexels.com/Erik Mclean)

Intinya sih...

  • Akuisisi Warner Bros oleh Netflix bisa mematikan minat penonton pergi ke bioskop

  • Netflix berpotensi mengubah gaya produksi film-film Warner Bros dengan gaya produksi khas mereka

  • Netflix bisa disebut pelaku fast fashion, tapi di sektor film

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Rencana Netflix mengakuisisi Warner Bros. jadi perbincangan hangat di kalangan pegiat dan pencinta film. Mungkin kamu salah satu yang gak ambil pusing alias masa bodoh, pengaruhnya bakal amat kecil di hidupmu.

Namun, buat pencinta film yang hobi nonton di bioskop, sineas, bahkan pekerja di sektor distribusi film, akuisisi ini bisa berimplikasi besar. Mengapa ekspansi Netflix memicu kekhawatiran? Beberapa poin berikut bisa jadi penambah wawasan, nih!

1. Akuisisi Warner Bros. oleh Netflix bisa mematikan minat penonton pergi ke bioskop

ilustrasi bangunan bioskop di Amerika Serikat (Pexels.com/Max Andrey)

Seperti kita tahu, Warner Bros. adalah produsen dan distributor banyak film ikonik, seperti Harry Potter, Batman, Superman, The Lord of the Rings, The Matrix, sampai Dog Day Afternoon. Itu belum termasuk film-filmnya sutradara favorit sinefil, macam Christopher Nolan dan Stanley Kubrick yang dikenal sebagai kolaborator setia Warner. Selama beberapa dekade masa aktif mereka, studio dan distributor film itu juga dikenal cukup akomodatif terhadap perkembangan sinema indie Amerika Serikat. Richard Linklater, Nancy Savoca, dan Ava DuVernay adalah beberapa sineas indie yang kariernya meroket berkat Warner.

Dengan akuisisi ini, Netflix berpotensi memegang hak siar dan distribusi film-film tersebut, termasuk film yang masih dalam proses produksi seperti The Odyssey karya Christopher Nolan yang dijadwalkan rilis pada 2026 dan biasanya tayang dalam format IMAX. Meski berdalih akan tetap melakukan penayangan perdana dan eksklusif di bioskop, pencinta dan pegiat film tidak serta merta percaya pada janji Netflix.

Sejak awal, Netflix hadir dengan prinsip menawarkan kenyamanan menonton dari ceruk ternyaman rumah. Ted Sarandos, CEO Netflix, dikenal lewat kritik pedasnya terhadap kultur menonton film di bioskop. Dilansir The Variety, Sarandos beropini kalau menonton di bioskop bukan untuk semua orang. Ia menambahkan, itu adalah keinginan studio/industri, bukan konsumen.

Dengan prinsip itu, wajar bila orang khawatir Netflix akan mematikan bioskop lewat rencana akuisisi Warner Bros. Jangan lupa, Warner Bros. juga perusahaan di balik kanal HBO yang dikenal sebagai rumah untuk serial-serial berkualitas tinggi seperti Game of Thrones, The Wire, Chernobyl dan The Last of Us. Dengan akuisisi ini, Netflix berpotensi menguasai itu semua, memonopoli pasar dan menciptakan ketergantungan. Bahkan, diprediksi lebih masif dari yang dilakukan Amazon saat melakukan merger dengan Metro-Goldwyn-Mayer (MGM Studios).

2. Netflix berpotensi mengubah film-film Warner Bros. dengan gaya produksi khas mereka

Mank, salah satu film produksi Netflix (dok. Netflix/Mank)

Akuisisi ini juga membuka peluang bagi Netflix untuk mengubah gaya produksi film-film Warner Bros. di masa depan. Kita tahu, Netflix punya gaya estetik yang khas bila kamu memperhatikan film dan serial orisinal mereka. Meski warna dan kualitasnya tajam, ada banyak aspek dalam sinema produksi Netflix yang membuat mereka tampak kurang realistis. Misal, ketiadaan tekstur di kulit karakter yang membuat mereka tampak seperti animasi CGI ketimbang manusia biasa. Polesan berlebih juga terlihat dari kostum, latar, dan pencahayaan yang terlalu color-coded (serasi secara warna).

Peletakkan angle kamera di film-film produksi Netflix juga cenderung datar dan monoton (rasio jarak dan cara pengambilan gambarnya kurang lebih sama). Bandingkan dengan nonton film-filmnya sutradara auteur yang dinamis dan inovatif.

Ari Mattes dari The Conversation menemukan bahwa gaya sinematik Netflix yang seperti itu berasal dari faktor teknikal. Netflix mensyaratkan sineas untuk menggunakan kamera dengan sensor 4K UHD. Ini menjelaskan ketajaman gambar film-film produksi mereka, tetapi di sisi lain melupakan efek estetik dari grain yang diproduksi strip seluloid dan kamera analog, serta tekstur di kulit dan pakaian yang membuat karakter terasa lebih nyata.

3. Perlu diingat, Netflix bisa disebut pelaku fast fashion, tapi di sektor film

ilustrasi layar televisi dengan logo Netflix (Pexels.com/Han)

Dalam ekonomi, ada yang dinamakan fast fashion, yakni industri pakaian yang model bisnisnya meraup untung secepat mungkin. Caranya dengan memproduksi serta menjual barang sebanyak dan secepat mungkin dengan mengeksploitasi tren. Model bisnis ini meluas ke sektor lain seperti furnitur dan akhirnya film. Netflix bisa dibilang salah satu pelakunya.

Ketimbang kualitas, Netflix lebih mengejar kuantitas sinema yang mereka bisa tawarkan dan unggah ke server untuk ditawarkan ke pengguna. Hasilnya, banyak film dan series orisinal mereka yang kualitasnya di bawah standar. Serial mereka kerap bagus di musim pertama, tetapi menurun kualitasnya pada musim-musim berikutnya. Ini bukan berarti Netflix tidak menyadarinya, tendensi ini bisa saja intensional karena mereka tahu mayoritas konsumen mereka adalah penonton kasual yang menonton film sambil lalu (sembari melakukan kegiatan lain). Itu pula yang membuat Netflix berjarak dengan penonton bioskop yang memang ingin menikmati cerita dan sinematografi tanpa distraksi.

Netflix memang salah satu pelaku industri yang mengubah tatanan perfilman dunia. Mereka berhasil memperkenalkan kita pada talenta-talenta baru dan mempermudah akses terhadap film. Namun, wajar saat rencana mereka membeli Warner Bros menimbulkan polemik. Bila terealisasi, ini bisa memicu transformasi proses kreatif dan perilaku pasar selamanya. Bagaimana menurutmu?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team