Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
cuplikan episode What If...? Season 3 episode pertama (dok. Marvel Animation/What If...?)

Marvel Animation telah merilis What If...? Season 3 sekaligus musim terakhir mereka di Disney Hotstar pada Minggu (22/12/2024). Serial ini kembali menghadirkan karakter Marvel dengan cerita dan latar belakang yang berbeda dalam realitas alternatif. What If...? Season 3 memperkenalkan karakter baru, seperti Red Guardian, Storm, dan White Vision.

Sayangnya, penerimaan penggemar terhadap What If…? Season 3 tidak sebaik musim sebelumnya. Menurut Rotten Tomatoes, serial ini mendapat nilai 80 persen dari kritikus, tetapi hanya 41 persen di Popcornmeter. Ini berbanding terbalik dengan What If…? Season 1 yang mendapat nilai 89 persen dari kritikus dan 92 persen di Popcornmeter dan What If…? Season 2 meraih 90 persen dari kritikus dan 64 persen dari Popcornmeter.

Lantas, apa yang menyebabkan What If…? Season 3 tidak sebagus season sebelumnya? Poin-poin di bawah ini mungkin dapat menjawabnya.

1.Alih-alih menghadirkan cerita alternatif dari MCU, What If…? Season 3 terlalu banyak menampilkan cerita orisinal

cuplikan What If...? Season 3 episode ketiga (dok. Marvel Animation/What If...?)

Bagi yang belum tahu, What If…? dimaksudkan menjadi bagian dari Marvel Cinematic Universe (MCU). Oleh karena itu, tidak heran serial ini mengisahkan cerita yang berbeda dari apa yang kita tahu tentang karakter dan peristiwa dalam MCU. Sayangnya, konsep ini tidak dapat kita temukan pada What If…? Season 3. Mari kita mundur ke season sebelumnya.

What If...? Season 1 mampu menggunakan formula “bagaimana jika” dengan maksimal. Misalnya, episode kedelapan berjudul What If…? Ultron Won? yang mengeksplorasi skenario ketika Ultron berhasil mengunggah dirinya ke dalam tubuh Vision dan berakibat pada kekalahan Avengers dan kehancuran alam semesta. Saat menonton, fans akan  terkejut bahwa di realitas lain, kelompok superhero jagoannya kalah secara mengenaskan oleh musuh yang dapat dikalahkan dalam Avengers: Age of Ultron (2015).

Konsep “bagaimana jika” pada What If…? Season 2 mulai melemah, tapi masih oke. Episode What If…? Iron Man Crashed Into the Grandmaster?, misalnya, mengeksplorasi skenario jika Tony Stark alias Iron Man tidak berhasil kembali ke Bumi setelah pertempuran akbar di New York dan berakhir di planet Sakaar. Yap, skenario ini merupakan cerita alternatif dari film Avengers (2011).

What If…? Season 3 lebih banyak menampilkan cerita baru yang sama sekali tidak memiliki kaitan dengan MCU. Namun, masih ada episode yang menerapkan konsep “bagaimana jika” dengan baik, misalnya episode What If…? The Red Guardian Stopped the Winter Soldier? yang menceritakan apa yang terjadi jika Alexei Shostakov alias Red Guardian mencegah Winter Soldier alias Bucky Barnes membunuh Howard dan Maria Stark. Ini adalah cerita alternatif dari film Captain America: Civil War (2016). Walau penawaran cerita orisinal ini menerima tanggapan positif, fans MCU tetap merasa kecewa karena terasa tidak relevan dengan MCU.

2. What If…? Season 3 mengaburkan esensi dari formula "bagaimana jika"

para Guardians of Multiverse baru dalam What If...? Season 3 (dok. Marvel Animation/What If...?)

Salah satu kritikan terhadap What If…? Season 3 adalah minimnya eksplorasi konsep baru. Alih-alih mengeksplorasi konsep cerita alternatif MCU, serial ini malah mengembangkan narasi yang berdiri sendiri dengan MCU. Sebenarnya, formula ini sudah mendapat kritikan sejak What If…? Season 2, karena terlalu berfokus pada karakter Captain Carter dan melemahkan konsep “bagaimana jika."

Kabar baiknya, What If…? Season 3 tidak lagi terlalu berpusat pada Captain Carter, tapi serial ini masih belum bisa menggunakan konsep “bagaimana jika” dengan baik layaknya What If…? Season 1 dan What If...? Season 2. Bagi fans yang ingin menyaksikan cerita alternatif yang menarik, mungkin merasa kecewa setelah menonton What If…? Season 3.

3.Pengembangan karakter terlalu terburu-buru dan tidak mendalam

cuplikan What If...? Season 3 episode pertama (dok. Marvel Animation/What If...?)

Terlalu berfokus kepada narasi baru memunculkan masalah baru bagi What If…?, yaitu pengembangan karakter yang tergesa-gesa. Alih-alih memperbaiki masalah pada What If…? Season 2, musim selanjutnya malah memperburuk aspek ini.

What If…? Season 3 memang berhasil menampilkan karakter yang belum terlalu disorot di MCU. Sayangnya, pengenalan dan pendalaman karakternya masih terasa terburu-buru.

Contohnya, episode pertama yang berjudul What If…? The Hulk Fought the Mech Avengers? terlalu menyoroti adegan aksi yang epik tanpa memberikan ruang bagi karakter baru untuk berkembang. Walau ada potensi untuk mengembangkan karakternya, tapi penulisan cerita dalam episode What If…? The Red Guardian Stopped the Winter Soldier terasa dangkal, seperti alasan Red Guardian merasa cemburu dengan Winter Soldier. Akibatnya, penonton sulit bersimpati terhadap karakternya dalam serial ini.

Hal ini berbeda dengan What If…? Season 1 dan What If...? Season 2. Kamu dapat mendalami perasaan bersedih yang dialami Stephen Strange saat kematian Christine Palmer, sehingga mengambil jalan kegelapan dalam episode What If…? Doctor Strange Lost His Heart Instead of His Hands?.

Selain itu, ada episode What If…? The Watcher Broke His Oath? yang menyoroti pergulatan batin Uatu untuk menyelamatkan sebuah semesta yang hampir hancur meski dirinya bersumpah untuk tidak melakukannya. Epik banget, kan?

Walau dicap sebagai season terburuk, What If…? Season 3 berhasil menampilkan visual animasi dan pertarungan yang epik. Bagaimana denganmu? Apakah kamu puas dengan What If…? Season 3? Coba tulis di kolom komentar, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team