Ada satu tren dalam dunia perfilman yang beberapa tahun belakangan naik ke permukaan. Namanya miserabilism, sebuah subgenre yang gampangnya tidak mengizinkan lakonnya bahagia. Diambil dari kata "miserable" dalam bahasa Inggris yang artinya menyedihkan, miserabilism jadi populer seiring dengan geliat film independen.
Benar saja, miserabilism adalah subgenre dalam semesta realisme. Sesuai arti harfiahnya, film-film bergenre miserabilism identik dengan sinisisme, pesimisme, dan kelompok marginal. Alih-alih melihat dunia sebagai tempat yang penuh harapan atau menawarkan eskapisme dari masalah hidup, film-film miserabilism akan mengekspos dan mengeksplorasi kepedihan serta kesulitan, seperti birokrasi yang bobrok, kemiskinan struktural, hipokrisi, dan lain sebagainya.
Lantas, mengapa aliran seni yang suram ini diminati? Bahkan beberapa film rilisan baru seperti Anora (2024), Aberdeen (2024) dan Bird (2024) menganutnya? Mari ulik lebih jauh.