Mustang (dok. European Film Awards/Mustang)
Menurut UNICEF, pernikahan anak adalah hal lumrah di Turki. Batas usia minimal untuk menikah menurut hukum di sana adalah 18 tahun. Namun, mereka bisa dapat kompensasi pada usia 17 tahun dengan persetujuan orangtua dan 16 tahun dengan melakoni sidang khusus.
Menurut data NGO Girls Not Brides, 15 persen anak perempuan Turki menikah pada usia 18 tahun dan 2 persen menikah saat berusia 15 tahun. Ada beberapa faktor yang mendorong pernikahan anak menurut mereka, yakni; ketimpangan gender (perempuan bahkan sudah punya pelamar dan dibayar maharnya sejak bayi); kekerasan berbasis gender (perempuan dinikahkan untuk menutupi KDRT oleh orangtua mereka atau dilihat sebagai jalan untuk keluar dari circle kekerasan di rumah); kemiskinan (mengurangi beban orangtua); catatan sipil yang amburadul memungkinkan manipulasi usia; rendahnya tingkat edukasi; hingga upaya penyelundupan manusia (terutama pengungsi asal Suriah yang dinikahkan dengan warga Turki untuk dapat kewarganegaraan baru).
Beberapa alasan di atas digambarkan dalam film. Ketimpangan gender yang membuat perempuan lebih rentan dapat stigma negatif ketimbang laki-laki, kekerasan dalam rumah, hingga kemiskinan jadi alasan utama mengapa kelimanya dinikahkan pada usia belia. Tak lupa Erguven menyertakan fakta soal kepemilikan senjata yang ternyata juga cukup umum di Turki.
Melansir Middle East Eye, pada 2017 ada setidaknya 20 ribu insiden yang melibatkan senjata api. Mereka menambahkan ada sekitar 25 juta senjata api yang dimiliki perorangan pada tahun itu. Parahnya, 85 persen di antaranya tidak teregistrasi. KDRT dan femisida (pembunuhan berbasis gender) juga bukan kasus spesial di negeri itu. Berdasarkan data Stockholm Center for Freedom, ada 392 perempuan yang terbunuh oleh laki-laki pada 2022. Itu belum termasuk 226 kematian perempuan yang tidak jelas dan dicurigai sebagai bentuk femisida. Angkanya naik drastis dari tahun 2021 yang masih di bawah 300 kasus.