potret Nicholas Saputra di kantor IDN, Jakarta, Senin (8/12/2025) (IDN Times/Krisnaji)
Nicholas Saputra semakin terbawa perasaan ketika menceritakan seorang pemuda kenalannya di Aceh. Ia mengenal sang pemuda, karena sering mengantarnya selama di sana. Namun, belakangan, ia terkejut, karena pemuda tersebut bekerja sebagai pengangkut kayu menggunakan becak atau kendaraan yang digunakan untuk membawa kayu dari hutan ke kota.
Ketika ditanya mengapa mengambil pekerjaan itu, pemuda tersebut memang tak punya banyak pilihan. Ia tidak bisa keluar dari sana karena harus menjaga sang ibu, butuh uang demi bertahan hidup hingga untuk menikah. Saat menceritakan kondisi sulit yang dihadapi kenalannya, Nicho beberapa kali tertahan, terlihat frustasi.
Meski terbatas jarak, Nicholas menyebut bahwa setiap tahunnya pemuda itu selalu menghubunginya, terutama ketika momen Lebaran. Namun, setelah lama tak mendengar kabar, ia mendapat berita bahwa pemuda itu berakhir di penjara hingga kini, karena mengangkut kayu ilegal logging.
“Sampai hari ini, saya gak tahu harus ngomong apa. Inilah kenyataan di lokasi-lokasi, yang ini anak juga misalnya gak lulus SMA, ya pendidikan kurang, kesempatan pekerjaan kurang, tinggalnya di posisi yang jauh dari jangkauan,” kata Nicholas Saputra, dengan matanya yang memerah, membuat semua orang yang mendengarkan ceritanya ikut terenyuh.
Selain itu, Nicholas Saputra juga mengungkap keprihatinan tentang beratnya beban masyarakat di Gayo Lues, Aceh, di mana 80 persen wilayahnya merupakan hutan dan area taman nasional, sementara hanya 20 persen saja yang bisa dimanfaatkan untuk pertanian. Bahkan, daerah tersebut menyumbang angka kemiskinan tertinggi kedua di Aceh. Ironisnya, masayarakat di sana menjadi yang pertama terdampak saat bencana dan yang paling terakhir menerima bantuan.
“Bebannya berat banget. Kita minta mereka jagain hutan, tapi kondisinya miskin. Ya, kalau bencana paling pertama kena, bantuan paling terakhir dapat. Sulit sekali memproses itu," ujarnya menahan tangis.