Malam kedua di Jazz Gunung 2018, sembari merasakan dinginnya Gunung Bromo yang menusuk tulang, perasaan was-was meliputi hati. "Apakah malam ini benar-benar bisa wawancara mereka ya?" Pikiran itu membawa kaki melangkah ke luar venue Jazz Gunung untuk mencari inspirasi yang bisa didapatkan dari ngobrol bersama teman.
Tak lama berada di luar dan bersantai, sebuah pesan telat masuk ke dalam smartphone. "Ayo ikut wawawancara NonaRia." Tak ambil pusing, hang out kecil-kecilan ditutup sementara dulu untuk masuk ke area venue. Panggilan keluar langsung diutamakan karena berpikir tak keburu. "Di mana?" tanyaku kepada rekan kerja. "Di Java Banana." Kaki pun melangkah cepat menuju area yang ditentukan dengan ditambah bumbu kepanikan.
Beruntung ketika sampai di lokasi, sang narasumber belumlah datang. Waktu yang tepat untuk menyiapkan pertanyaan. Dibukalah note yang ada di smartphone dan mulai diketikkan catatan-catatan pertanyaan, seperti kenapa namanya NonaRia, rekomendasi lagu jazz buat teman-teman dan pertanyaan lainnya.
Beberapa menit kemudian ketiga dara yang telah ditunggu-tunggu muncul. Dibalut jaket tebal serta syal, mereka tiba sambil bersenda gurau. "Wah, dingin," komentar wanita berkacamata yang bernama Nesia Medyanti Ardi. Dia diikuti oleh kedua partner-in-crime-nya, Nanin Wardhani yang manis dan berambut ikal serta Yasintha Pattiasina, wanita bertubuh besar dan berambut keriting yang saat itu membawa kolak (ya, kolak).
Tak disangka bahwa nama NonaRia yang diambil dari kata nona riang dan mereka pakai sebagai nama kelompok mereka benar-benar mencerminkan jiwa mereka. Banyak senda gurau mereka lontarkan dalam persiapan menuju wawancara berbalut obrolan ringan.