cuplikan Queen Charlotte (dok. Netflix/Queen Charlotte: A Bridgerton Story)
Di masa itu, belum ada nama untuk penyakit yang dialami King George III. Dalam series ini, George mengatakan bahwa dia gila dengan gejala panik, menceracau tanpa henti sampai hilang kesadaran, dan tak mengenal siapa pun. Semakin tua, penyakit mental King George tampaknya makin parah sehingga ia terus mengurung diri di kamarnya di Kew Palace.
Pada ending, Queen Charlotte bergegas menemui sang suami dari Buckingham Palace, tempatnya menjalani kekuasaan, untuk mengabari bahwa mereka akan memiliki pewaris takhta. Adegan ini begitu memilukan, Charlotte tua untuk pertama kalinya menunjukkan sisi lembutnya sebagai seorang istri, pujaan hati George. Jauh berbeda saat ia berdiri sebagai ratu.
George tampak sibuk menceracau soal langit, bintang, planet, dan hal-hal lain yang tak bisa dimengerti, namun Charlotte perlahan mendekati sang suami lalu memanggil, "Petani George," untuk mendapatkan perhatiannya.
Seperti yang dilakukan Charlotte muda, sang ratu mengajak George masuk ke kolong tempat tidur, bersembunyi dari langit, agar sang raja bisa kembali menjadi dirinya. Di sinilah, Charlotte akhirnya bisa mengajak bicara George dan memberi tahu kabar bahagia tersebut.
Adegan ending ini menguras air mata, karena mereka digambarkan saling melihat versi muda satu sama lain dalam momen kedamaian yang mengharukan tersebut. Meski menua, cinta dan kesetiaan Charlotte pada George ternyata tak pernah memudar. Di balik ketegasannya sebagai ratu dan menahan kesepiannya yang menyiksa, Charlotte tetap mencintai George dengan segala kekurangannya, sama seperti puluhan tahun yang lalu.