Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Cuplikan adegan di film Materialists
Cuplikan adegan di film Materialists (dok. A24/Materialists)

Intinya sih...

  • Lucy memilih balikan dengan John, bukan Harry

  • Neandertal muncul kembali di akhir film sebagai simbol cinta yang melampaui materialisme

  • Komentar film disebut "broke man propaganda" oleh beberapa penonton, namun sutradara menegaskan bahwa kemiskinan bukanlah kesalahan orang miskin

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Materialists (2025) menjadi salah satu rilisan paling dibicarakan tahun ini. Disutradarai dan ditulis oleh Celine Song, serta dibintangi Dakota Johnson, Pedro Pascal, dan Chris Evans, film ini menyajikan kisah cinta segitiga antara Lucy, seorang mak comblang kelas atas; Harry, seorang investor ekuitas swasta; dan John, aktor gagal yang bekerja paruh waktu sebagai pelayan katering.

Babak ketiga film ini menghadirkan puncak emosional yang intens tanpa kehilangan nuansa komedinya. Namun, yang paling banyak dibicarakan justru ending-nya: siapa yang akhirnya dipilih Lucy? Yuk, kita bahas tuntas bersama di bawah ini!

1. Siapa yang dipilih Lucy, Harry atau John?

Cuplikan adegan di film Materialists (dok. A24/Materialists)

Pertanyaan besar yang menggantung sepanjang film akhirnya terjawab: Lucy memilih balikan dengan John. Setelah putus dari Harry karena menyadari cinta mereka tidak tulus, Lucy dan John menemukan kembali romansa lama mereka. Babak penutup memperlihatkan keduanya duduk di bangku Central Park, di mana John melamar Lucy dengan cincin bunga, sebuah momen manis yang mengingatkan pada adegan pembuka film.

Celine Song menekankan bahwa keputusan Lucy bukan sekadar soal materi atau stabilitas, melainkan tentang koneksi emosional yang lebih dalam. Menariknya, Song menyatakan bahwa hubungan mereka tetap realistis, seperti pernikahan pada umumnya. Ia menyadari statistik bahwa separuh pernikahan berakhir dengan perceraian, dan Song memberi keduanya kesempatan yang sama.

"Kalau kalian tanya saya apa yang akan terjadi pada Lucy dan John, kemungkinannya 50:50. Kecuali kalau salah satu dari mereka mencapai tingkatan yang berbeda di kelas mereka. Kalau Lucy naik kelas, atau John mendapat kesempatan yang sedikit lebih besar, peluang mereka untuk tetap bersama akan semakin kecil," jelasnya saat wawancara dengan IndieWire.

Dengan kata lain, film ini tidak menjanjikan kisah hidup "bahagia selamanya" ala Disney, melainkan kisah cinta yang rapuh tapi jujur.

"Mungkin keajaiban akan tetap terjadi, di mana mereka begitu tersentuh oleh cinta mereka, sangat dimabuk cinta, sehingga mereka akan mampu melewatinya, yang merupakan 50 persen pernikahan lainnya yang bertahan," tambah Song.

2. Kenapa manusia Neandertal muncul kembali di akhir film?

Cuplikan adegan di film Materialists (dok. A24/Materialists)

Salah satu kejutan terbesar film ini adalah kemunculan pasangan Neandertal dari adegan pembuka di babak terakhir. Menurut Song, gagasan ini sudah direncanakan sejak awal. Cincin bunga aster yang digunakan baik oleh Neandertal maupun John untuk melamar Lucy menegaskan tema utama film: bahwa cinta, dalam bentuknya yang paling murni, melampaui materialisme dan kelas sosial.

"Saya ingin berbicara tentang bagaimana ada catatan tentang peralatan batu yang diwariskan dari satu tangan ke tangan lain, berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Tapi yang tidak kita ketahui adalah apa yang telah terjadi di antara manusia," tuturnya, merujuk pada cincin bunga tersebut.

Song menjelaskan bahwa ia ingin menyoroti kesenjangan antara hal material dan spiritual. Cincin bunga menjadi pengingat bahwa cinta tidak harus selalu diukur dari kekayaan atau status semata, melainkan dari koneksi manusia yang paling mendasar.

"(Film) ini selalu tentang kesenjangan antara apa yang material dan nyata, dan apa yang spiritual, immaterial, dan hal yang sepenuhnya fana, seperti cincin (bunga) itu," imbuh sutradara Past Lives ini.

3. Komentar Celine Song soal Materialist disebut "broke man propaganda"

Cuplikan adegan di film Materialists (dok. A24/Materialists)

Sayangnya, banyak penonton yang tidak setuju dengan esensi film ini. Bahkan, menyebutnya sebagai "broke man propaganda". Menanggapi hal ini, Song mengaku kecewa. Baginya, label tersebut menunjukkan kebencian terhadap orang miskin yang diarahkan pada film dan karakter John.

"(Komentar) itu tidak membuat saya tertawa, karena sungguh mengecewakan. Saya rasa ada kebingungan yang sangat jelas tentang feminisme dan sejarah feminisme. Melalui interseksionalitas, banyak feminisme yang berkutat tentang anti-korporatisme dan anti-kapitalis, dan tentu saja, feminisme selalu berada di garda terdepan dalam melawan kapitalisme," ujarnya dalam wawancara melalui TikTok dengan akun @refinery29.

Song menegaskan bahwa kemiskinan bukanlah kesalahan orang miskin. Ia prihatin dengan cara sebagian audiens yang memandang John sebagai "pria gagal" hanya karena kondisi ekonominya, bukan karena usahanya untuk membahagiakan pasangannya.

"Hal yang sangat penting bagi saya adalah menekankan bahwa kemiskinan bukanlah salah orang miskin. Dan saat mengingatnya, hal itu terdengar sangat brutal. Saya merasa sangat kejam jika menyebut John sebagai karakter yang mencintai Lucy, yang merupakan karakter cakap dan diperankan dengan sangat baik oleh Chris (Evans), dengan istilah kejam seperti "bocah miskin" atau "pria miskin," tegasnya.

Bagi Song, kritik tersebut menunjukkan bagaimana kapitalisme sudah merusak cara kita menilai cinta dan manusia. Materialists, kata Song, adalah upaya untuk melawan logika itu, bahwa cinta seharusnya tidak ditentukan oleh isi dompet, melainkan oleh perasaan dan pilihan pribadi.

"Ada sesuatu tentang klasisme, semacam kebencian terhadap kemiskinan, kebencian terhadap orang miskin, yang, sekali lagi, bukan salah mereka kalau mereka miskin. Saya pikir itu adalah dampak meresahkan dari cara orang kaya merasuki hati kita tentang bagaimana itu salah kita kalau kita miskin, kita jahat kalau kita miskin. Jadi, sebenarnya itu tidak membuat saya tertawa," tutupnya.

Editorial Team