Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
film Spencer (dok. Shoebox Films/Spencer)

Intinya sih...

  • Penilaian terhadap akting bisa terpengaruh oleh popularitas film dan nama besar aktor, seperti kasus Rami Malek yang dianggap kurang layak mendapatkan Oscar.
  • Meryl Streep juga mendapat kritik karena dinilai terlalu teatrikal dalam perannya sebagai Margaret Thatcher, membuat penampilannya lebih seperti karikatur.
  • Robert Pattinson dalam peran Bruce Wayne di The Batman dianggap terlalu muram dan monoton, tanpa aura kepahlawanan yang kuat.

Dalam perfilman, tidak semua performa akting yang dipuja-puji benar-benar pantas mendapatkan status legendaris. Ada kalanya, nama besar aktor atau popularitas film membuat penilaian terhadap kualitas akting menjadi bias. Banyak penonton yang terbawa euforia penghargaan dan narasi media, tanpa benar-benar melihat apakah penampilan tersebut layak dipuji setinggi langit.

Beberapa aktor bahkan mendapatkan Oscar atau pujian kritikus meski penampilannya dianggap biasa saja, karena tidak menawarkan kedalaman emosional atau transformasi karakter yang kuat. Fenomena ini menunjukkan bahwa persepsi kita terhadap akting hebat terkadang lebih dipengaruhi oleh konteks luar layar ketimbang kekuatan akting itu sendiri. Kira-kira siapa saja, ya?

1. Rami Malek – Bohemian Rhapsody (2018)

film Bohemian Rhapsody (20th Century Studio/Bohemian Rhapsody)

Memerankan tokoh legendaris seperti Freddie Mercury tentu bukan hal mudah, tapi pujian yang diterima Rami Malek terasa agak berlebihan. Ia memang berhasil meniru gaya panggung Mercury, tetapi sering kali aktingnya terlihat seperti parodi. Karismanya terasa kurang hidup di luar panggung dan sayangnya semua lagu dinyanyikan oleh vokalis lain, bukan dirinya sendiri.

Yang membuat heran penampilannya ini justru membawanya memenangkan Oscar sebagai Aktor Terbaik. Bagi sebagian penonton, hal ini tampak lebih seperti penghargaan untuk keberanian memerankan ikon populer daripada kualitas akting yang sesungguhnya. Padahal, Mercury adalah sosok flamboyan dan eksplosif, dua hal yang kurang terasa dalam akting Malek.

2. Meryl Streep – The Iron Lady (2012)

film The Iron Lady (dok. 20th Century Studios/The Iron Lady)

Tidak ada yang meragukan kemampuan akting Meryl Streep, tapi kemenangannya di Oscar lewat peran sebagai Margaret Thatcher banyak menuai keraguan. Ia memang berhasil meniru aksen dan gestur sang mantan Perdana Menteri Inggris, tetapi aktingnya terasa terlalu teatrikal dan kaku. Alih-alih menghadirkan sisi manusiawi Thatcher, Streep seolah membentuknya menjadi karikatur.

Penampilannya memang penuh transformasi, tetapi tidak memberikan kedalaman emosional yang cukup. Banyak kritikus menganggap bahwa Oscar tersebut lebih merupakan penghargaan atas karier panjang Streep ketimbang performa spesifiknya dalam film ini.

3. Robert Pattinson – The Batman (2022)

film The Batman (dok. Warner Bros/The Batman)

Banyak yang memuji gaya gelap dan penuh nuansa dari The Batman, termasuk akting Robert Pattinson. Namun, kalau dilihat lebih jujur, penampilannya sebagai Bruce Wayne terasa terlalu muram dan monoton. Ia lebih tampak seperti remaja emo daripada miliarder cerdas dan penuh strategi yang dikenal dari karakter Batman.

Saat mengenakan kostum, ia memang tampil lebih tegas, tapi tetap tanpa aura kepahlawanan yang kuat. Tidak ada kontras yang jelas antara Bruce Wayne dan Batman sehingga karakter ini terasa datar.

4. Tom Hardy – The Dark Knight Rises (2012)

film The Dark Knight Rises (dok. Warner Bros/The Dark Knight Rises)

Sebagai pengganti Joker yang ikonik, Tom Hardy mencoba menghadirkan sosok Bane yang menakutkan. Secara fisik ia terlihat mengintimidasi, tapi masalah besar muncul dari pilihan suara yang aneh dan sulit dipahami. Aksen berat dengan masker yang menghalangi artikulasi membuatnya terdengar lebih lucu ketimbang menakutkan.

Banyak penonton yang justru terganggu dengan suaranya ketimbang terpukau oleh karismanya sebagai penjahat. Jika dibandingkan dengan Heath Ledger di film sebelumnya, penampilan Hardy terasa kurang berdampak.

5. Robert Downey Jr. – Oppenheimer (2023)

film Oppenheimer (dok. Universal Pictures/Oppenheimer)

Robert Downey Jr. memang sudah lama dinantikan tampil dalam peran yang lebih serius setelah bertahun-tahun menjadi Iron Man. Namun, perannya sebagai Lewis Strauss di Oppenheimer terasa biasa saja, terutama dibandingkan penampilan besar lainnya di film itu. Dialognya tenang dan strategis, tapi tidak benar-benar meninggalkan kesan mendalam.

Banyak yang menganggap Oscar yang ia terima lebih terasa seperti bentuk penghormatan atas dedikasinya di industri film, bukan karena penampilannya sebagai Strauss. Kisah subplotnya bahkan dianggap bagian paling lemah dari film tersebut.

6. Sandra Bullock – The Blind Side (2009)

film The Blind Side (dok. Alcon Ent/The Blind Side)

Sandra Bullock dikenal sebagai aktris berbakat yang bisa memikat lewat peran-peran ringan maupun serius. Namun, dalam The Blind Side, penampilan Bullock sebagai Leigh Anne Tuohy dinilai terlalu standar untuk mendapatkan Oscar. Ia memang tampil sebagai ibu yang kuat dan penuh kasih, namun tak ada nuansa emosi mendalam yang benar-benar menggugah.

Cerita filmnya sendiri yang lebih menggerakkan hati penonton, bukan akting Bullock. Kini setelah kisah aslinya dipertanyakan, performa Bullock pun semakin terlihat tidak istimewa.

7. Kristen Stewart – Spencer (2021)

film Spencer (dok. Shoebox Films/Spencer)

Banyak yang menyebut Kristen Stewart sebagai aktris yang paling mendekati sosok asli Putri Diana dalam Spencer. Namun, aktingnya sering kali justru terlihat terlalu dibebani oleh usaha untuk "meniru", bukan menghidupkan karakter. Diana yang diperlihatkan tampak murung dan terjebak, tapi kehilangan sisi humanis yang membuat penonton terhubung.

Alih-alih membuat penonton bersimpati, ia terlihat seperti terlalu terperangkap dalam gaya akting yang datar dan lambat. Banyak penonton menganggap film ini membosankan, sebagian karena Stewart gagal membawa emosi yang kuat ke layar.

Menilai akting memang bukan hal mudah karena sangat subjektif, tapi terlalu sering kita membiarkan nama besar dan pencitraan film mengaburkan penilaian objektif kita. Jika banyak performa ikonik ternyata tidak sehebat yang dibayangkan, kira-kira apa sebenarnya yang membuat sebuah penampilan layak disebut luar biasa?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team