Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
She-Hulk
She-Hulk (dok. Walt Disney Studios Motion Pictures/She-Hulk: Attorney at Law)

Intinya sih...

  • She-Hulk (2022) butuh lebih banyak unsur drama hukumBanyak penonton merasa serial ini kekurangan cerita tentang dunia hukum, padahal ada banyak potensi kasus menarik yang bisa ditangani Jennifer Walters.

  • Werewolf by Night (2022) terasa terlalu singkatDurasi pendek membuat proyek ini cepat terlupakan di tengah tumpukan judul MCU lainnya, padahal karakter-karakternya punya potensi besar.

  • Eternals (2021) lebih cocok jadi serialJumlah karakter yang terlalu banyak membuat pengembangan karakter kurang layak, seharusnya dijadikan serial TV untuk eksplorasi yang lebih mendalam.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Setelah hampir dua dekade menghadirkan film dan serial yang memukau, Marvel Cinematic Universe (MCU) menjadi salah satu fenomena budaya pop terbesar abad ini. Cara Marvel Studios mengubah wajah genre superhero akan selalu tercatat dalam sejarah perfilman. Namun, bukan berarti semuanya berjalan mulus. MCU tetap memiliki sejumlah proyek yang gagal mencapai potensi maksimalnya.

Beberapa judul sebenarnya bisa tampil jauh lebih baik dengan sedikit perubahan, entah itu durasi cerita yang terlalu singkat, waktu rilis yang kurang tepat atau adaptasi yang terasa setengah matang. Meski sekarang sudah terlambat untuk memperbaikinya, penggemar tetap berharap Marvel Studios bisa belajar dari kekurangan ini untuk saga berikutnya. Inilah proyek MCU paling mengecewakan, padahal punya potensi untuk sukses. Kenapa mereka bisa gagal, ya?

1. She-Hulk (2022) butuh lebih banyak unsur drama hukum

Hulk vs She-Hulk dalam She-Hulk: Attorney at Law (dok. Walt Disney Studios Motion Pictures/She-Hulk: Attorney at Law)

Banyak penonton merasa serial ini kekurangan satu hal penting, yaitu lebih banyak cerita tentang dunia hukum. Serial ini sempat menampilkan beberapa kasus menarik, seperti sengketa hukum Abomination. Namun, fokus tersebut makin memudar seiring berjalannya episode.

Padahal, ada banyak potensi kasus menarik yang bisa ditangani Jennifer Walters, terutama jika melibatkan karakter-karakter MCU lama, bukan hanya tokoh baru. Terlebih, serial ini tayang 14 tahun setelah film MCU pertama.

2. Werewolf by Night (2022) terasa terlalu singkat

Man Thing dalam Werewolf by Night (dok. Walt Disney Studios Motion Pictures/Werewolf by Night)

Pada 2022, Marvel Studios merilis Presentasi Spesial pertamanya, Werewolf by Night (2022), yang dibintangi Gael García Bernal. Dalam durasi hanya 53 menit, cerita ini memperkenalkan tokoh-tokoh bertema Halloween, seperti Elsa Bloodstone dan Man-Thing. Meski tampilannya unik dan tidak ada yang secara fundamental salah, durasi terlampau pendek membuatnya kurang meninggalkan kesan.

Saat itu, isu superhero fatigue sedang ramai dibahas dan durasi yang singkat membuat proyek ini cepat terlupakan di tengah tumpukan judul MCU lainnya. Sangat disayangkan, mengingat karakter-karakternya punya potensi besar untuk dieksplorasi lebih dalam. Bernal dan pemeran lainnya seharusnya bisa kembali dalam proyek lanjutan.

3. Eternals (2021) lebih cocok jadi serial

Eternals (dok. Walt Disney Studios Motion Pictures/Eternals)

Ketika Eternals dirilis pada 2021, banyak penggemar punya ekspektasi tinggi. Setelah suksesnya Shang-Chi, film ini memperkenalkan kelompok baru, ditambah deretan aktor besar, seperti Angelina Jolie dan Kit Harington. Sayangnya, hasilnya tidak sesuai harapan.

Salah satu kritik terbesar adalah jumlah karakter yang terlalu banyak. Dengan 10 anggota Eternals, hampir tidak ada yang mendapat porsi pengembangan yang layak. Jika sejak awal dijadikan serial TV, masing-masing karakter mungkin bisa dieksplorasi lebih mendalam dan penonton akan lebih mudah terhubung dengan mereka.

4. Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023) gagal membangun ancaman Kang

Kang dalam Ant-Man and the Wasp: Quantumania (dok. Walt Disney Studios Motion Pictures/Ant-Man and the Wasp: Quantumania)

Sebagai film pembuka MCU Phase 5, Ant-Man and the Wasp: Quantumania seharusnya menjadi landasan saga Kang di MCU. Namun, kualitas CGI yang buruk dan cerita yang kurang menggigit membuat film ini dianggap sebagai salah satu yang terburuk dalam franchise.

Masalah semakin besar ketika isu aktor Kang memaksa Marvel untuk meninggalkan fokus cerita sang penjahat. Padahal, dalam komik, Kang adalah salah satu villain paling menarik. Alih-alih membangkitkan antusiasme untuk masa depan MCU, film ini justru membuat banyak penggemar merasa kecewa.

5. Thor: Love & Thunder (2022) merusak dua alur cerita yang sebenarnya sangat kuat

Jane Foster dalam Thor: Love and Thunder (dok. Disney Studios Motion Pictures/Thor: Love and Thunder)

Saat Marvel Studios mengumumkan kembalinya Natalie Portman sebagai pengguna Mjolnir dan Christian Bale sebagai Gorr, banyak penggemar berharap Taika Waititi akan mengadaptasi komiknya lebih banyak. Namun, film ini justru hanya mengambil sedikit elemen dari komiknya.

Dengan Christian Bale memerankan salah satu musuh Thor paling menyeramkan, serta Portman yang membawa alur tragis The Mighty Thor, film ini sebenarnya punya semua yang dibutuhkan untuk menjadi luar biasa. Para aktornya kuat, materi sumbernya hebat, dan anggarannya besar. Sayangnya, Thor: Love & Thunder justru berakhir sebagai komedi yang berlebihan dan melewatkan sisi emosional yang seharusnya menjadi inti filmnya.

6. What If...? (2021—2024) sebenarnya bisa lebih baik kalau tidak menggunakan alur cerita yang terhubung

Guardians of the Multiverse dalam What If...? (dok. Walt Disney Studios Motion Pictures/What If...?)

Komik What If...? adalah ruang eksperimen Marvel untuk menghadirkan cerita alternatif yang tak terikat kontinuitas utama. Karena bersifat one-shot dan non-kanon, seri ini memungkinkan hal-hal ekstrem terjadi tanpa dampak apa pun pada Earth-616. Namun, versi MCU justru tidak mengikuti kebebasan penuh ini.

What If…? sebenarnya punya peluang besar untuk mengubah momen penting MCU menjadi kisah tragis, lucu, atau benar-benar aneh, misalnya, Avengers yang semua tewas atau Bibi May menjadi Spider-Woman. Seharusnya tidak masalah karena itu hanya skenario alternatif. Namun, serial MCU malah membangun narasi besar yang saling terhubung, sehingga nuansa eksperimentalnya hilang dan rasanya lebih seperti pengantar konsep multiverse daripada seri What If...? yang seharusnya bebas dan liar.

7. Secret Invasion (2023) hampir tidak mengambil apa pun dari komiknya

Maria Hill dalam Secret Invasion (dok. Walt Disney Studios Motion Pictures/Secret Invasion)

Setelah keberhasilan adaptasi Avengers: Infinity War (2018), banyak penggemar berharap Secret Invasion (2023) menjadi crossover besar lainnya, karena versi komiknya sangat ikonik dan penuh kejutan. Namun, serial MCU itu justru tampil mengecewakan karena skala ceritanya terasa terlalu kecil.

Dalam komiknya, invasi Skrull adalah peristiwa global yang mengubah arah Earth-616 dan melibatkan banyak pahlawan. Namun, adaptasi serialnya malah terasa seperti Nick Fury hanya berhadapan dengan segelintir Skrull. Taruhannya rendah, cakupannya sempit, dan sama sekali tidak menangkap besarnya konflik yang membuat komiknya begitu melegenda.

Deretan proyek MCU yang sebenarnya punya potensi besar ini justru berakhir mengecewakan karena eksekusi yang kurang matang. Bukan karena materi sumbernya lemah, melainkan keputusan kreatif yang tidak mampu memaksimalkan kekuatan karakter dan cerita yang sudah tersedia. Semoga ke depan Marvel Studios bisa belajar dari kegagalan ini dan kembali menghadirkan proyek yang mampu memenuhi ekspektasi sekaligus menggugah imajinasi para penggemarnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team