Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Honeyland
Honeyland (dok. Dogwoof/Honeyland)

Intinya sih...

  • Still Life (2006) menggambarkan dampak sosial ekonomi dari bencana ekologi di China.

  • Evil Does Not Exist (2023) menceritakan ancaman investor terhadap kehidupan harmonis penduduk desa di Tokyo.

  • Honeyland (2019) memperlihatkan perjuangan Hatidze hidup harmonis dengan alam dan tetangga barunya yang mengeksploitasi lingkungan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bencana banjir bandang yang melanda Sumatra sejak akhir November 2025 adalah sebuah pertanda kalau alam sedang tak baik-baik saja. Ini sekaligus jadi tamparan keras untuk pihak-pihak yang masih menyangkal kalau perubahan iklim itu nyata.

Namun, kecenderungan manusia mengabaikan isu lingkungan itu ternyata adalah problem universal. Art Markman dari University of Texas at Austin dalam Harvard Business Review berargumen kalau sikap abai ini didorong oleh fakta bahwa dampak kerusakan lingkungan baru tampak setelah jangka waktu yang lama serta tidak mempengaruhi hidup sebagian besar manusia secara langsung (lokasi yang jauh dari perkotaan dan permukiman kelas menengah).

Seperti biasa, sebelum terjadi dan menimpa diri sendiri, manusia tidak akan beraksi. Agar kamu tidak jadi manusia seperti itu, boleh deh coba tonton film ekososial berikut. Memakai sudut pandang orang-orang yang terdampak langsung, kamu bakal dibikin tobat.

1. Still Life (2006)

Still Life (dok. Big World Pictures/Still Life)

Still Life mungkin bisa jadi tamparan keras buat kita di Indonesia. Ia berlatarkan Fengjiye, sebuah kota di China yang tersapu banjir gara-gara pembangunan bendungan skala besar. Dampak sosial ekonomi dari bencana ekologi ini dipotret lewat dua kisah sekaligus. Yakni, seorang penambang batubara yang berniat mencari keberadaan istrinya dan sebaliknya, seorang istri yang ingin tahu nasib suaminya yang jarang berkabar sejak merantau ke Fengjiye. Still Life disutradarai Jia Zhangke yang gak pernah gagal menggugah penontonnya lewat cerita-cerita bermuatan komentar sosialnya.

  • Genre: drama, realisme sosial

  • Pemain: Han Sanming, Zhao Tao, Li Zhubing

  • Sutradara: Jia Zhangke

2. Evil Does Not Exist (2023)

Evil Does Not Exist (dok. Criterion/Evil Does Not Exist)

Ryusuke Hamaguchi akan mengajakmu menyelami kehidupan para penduduk desa di dekat Tokyo yang hidup ala slow-living. Bukan ikut-ikutan tren, mayoritas dari mereka memang warga asli yang memilih bertahan dan hidup secukupnya. Namun, komitmen mereka untuk hidup harmonis dengan alam terancam kedatangan investor yang tertarik membangun penginapan komersial di area tersebut.

  • Genre: drama, eco-fable

  • Pemain: Hitoshi Omika, Ryo Nishikawa, Ryuji Kosaka

  • Sutradara: Ryusuke Hamaguchi

3. Honeyland (2019)

Honeyland (dok. Dogwoof/Honeyland)

Honeyland juga berkisah tentang manusia yang hidup harmonis dengan alam. Ia adalah Hatidze, perempuan paruh baya di Makedonia Utara yang bertahan hidup dengan jadi peternak madu lebah liar. Hatidze benar-benar sadar kalau dirinya amat bergantung pada alam dan ini mendorongnya melakukan ekstraksi secara bijak.

Sampai satu hari, ia kedatangan tetangga baru yang mengadopsi gaya hidup nomaden. Tidak seperti Hatidze, mereka tipe manusia yang mengeksploitasi alam dan bakal pindah ketika lingkungan yang mereka tinggali tak lagi bisa mendukung kebutuhan mereka.

  • Genre: dokumenter

  • Pemain: Hatidze Muratova

  • Sutradara:  Tamara Kotevska and Ljubomir Stefanov

4. Let the River Flow (2023)

Let the River Flow (dok. Palace Films/Let the River Flow)

Mengambil latar Norwegia 1970-an, Let The River Flow adalah film drama yang menggambarkan komitmen penduduk pribumi melindungi kelestarian lingkungan. Kesadaran lebih mereka sayangnya gak diimbangi dengan komitmen pemilik otoritas. Film ini ditulis menggunakan sudut pandang Ester, guru muda yang terlibat dalam aksi protes pembangunan bendungan pembangkit listrik yang bisa mendisrupsi aliran sungai alami tersisa dan merusak ekosistem. Tak hanya dimusuhi karena aktivismenya, identitasnya sebagai kelompok etnik Sami juga sering dijadikan senjata lawannya untuk membunuh karakter.

  • Genre: drama, sejarah

  • Pemain: Ella Marie Hætta Isaksen, Gard Emil Elvenes

  • Sutradara: Ole Giaever

5. Woman at War (2018)

Woman at War (dok. Magnolia Pictures/Woman at War)

Dipadu dengan komedi, kritik lingkungan Woman at War sebenarnya cukup menampar. Ia berkutat pada aktivisme seorang perempuan paruh baya, Halla yang menolak keberadaan pabrik aluminium di dekat pemukimannya. Ia berkali-kali melakukan sabotase sendirian dan bikin pengelola pabrik hampir menyerah. Sampai mereka menemukan senjata yang bisa dipakai untuk melawan Halla, yakni dengan menghalangi niatnya mengadopsi anak.

  • Genre: drama, komedi

  • Pemain: Halldora Geirharosdottir, Jorundur Ragnarsson

  • Sutradara: Benedikt Erlingsson

Aksi peduli lingkungan kita mungkin gak seberapa dampaknya dibanding dengan eksploitasi alam dan destruksi yang dilakukan pabrik dan perusahaan besar. Namun, bolehlah film-film tadi jadi pengingat kalau kita bisa jadi korban berikutnya. Mungkin tak sekarang, tapi nanti dan sudah siapkah kamu melawan Bumi yang marah?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team