Zama (dok. Films at Lincoln Center/Zama)
Diambil dari nama tokoh fiktif Diego de Zama, Zama adalah film yang mengkritik kolonialisme lewat teropong alternatif. Bukannya lewat korban, Lucrecia Martel meneropong praktik problematik ini lewat seorang pegawai administratif Kerajaan Spanyol di sebuah wilayah yang kini masuk teritori Paraguay. Zama yang berstatus Americano, keturunan Eropa yang lahir di Amerika Latin, punya posisi yang unik. Tidak seutuhnya menguntungkan, tetapi tetap punya privilese.
Ia mengeklaim superior dibanding orang pribumi, tetapi dianggap rendah oleh orang-orang Eropa “asli”. Ia percaya status itu pula yang membuatnya ditempatkan di wilayah yang tak signifikan, terpencil, dan terluar. Namun, di satu sisi, ia juga ogah berintegrasi dengan warga lokal dan menganggap mereka inferior. Meski pakai perspektif pria, Martel tak lupa menyelipkan isu perempuan lewat beberapa sosok yang berkontak dengan arogansi Zama.
Lucrecia Martel adalah salah satu sutradara dengan kecerdasan yang perlu diapresiasi. Caranya membuat cerita dengan kepelikan tinggi tanpa bikin penontonnya bosan adalah sebuah aset. Loyalitasnya terhadap nilai-nilai feminis dan sosialis juga membuat filmnya beda dan terasa istimewa. Menonton keempat film fiturnya bakal membawamu mengicip pengalaman baru. Coba, deh!